REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan melaporkan pengeluaran untuk bantuan sosial atau bansos pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 hingga akhir Februari. Adapun anggaran ini mencapai Rp 26,8 triliun atau realisasi ini turun 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, padahal pada masa itu Covid-19 belum melanda Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada beberapa program yang mengalami kenaikan dan penurunan. Bansos tunai (BST) dari yang tahun lalu tidak ada, hingga Februari ini telah teralokasi Rp 5,8 triliun, kartu sembako tahun lalu sebesar Rp 6,3 triliun, pada 2021 sebesar Rp 6,4 triliun.
“Program keluarga harapan turun (realisasi tahun lalu Rp 7 triliun dan 2021 Rp 6,8 triliun) karena jumlah targetnya dengan adjustment data yang terjadi,” ujarnya seperti dikutip data APBN KITA, Jumat (26/3).
Menurutnya penerima bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (PBI JKN) juga turun cukup dalam. Pada tahun lalu sebesar Rp 16,1 triliun dan pada 2021 realisasinya Rp 7,7 triliun. Sri menjelaskan hal ini disebabkan membaiknya arus kas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sehingga tahun ini sudah kembali normal.
Lalu kartu Indonesia pintar (KIP) kuliah yang realisasinya tahun lalu Rp 1,61 triliun, pada 2021 sebesar Rp 0,07 triliun. Ini disebabkan terkendalanya proses verifikasi dan validasi mahasiswa.
“Tujuannya agar distribusi tepat sasaran,” ungkapnya.
Terakhir program Indonesia pintar (PIP) tahun ini tidak ada serapannya karena agar pembagiannya tepat sasaran. Tercatat pada 2020 sebesar Rp 0,8 triliun.
“Ini yang menyebabkan belanja bansos mengalami penurunan. Namun sebetulnya yang benar-benar membantu masyarakat sebetulnya naik yaitu BST dan kartu sembako,” ucapnya.