REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagi ini, Sabtu 27 Maret 2021, Letjen TNI Doni Monardo dianugerahi gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari IPB University, Bogor. Narasi berikut ini adalah selarik kisah yang terpendam, di balik anugerah tersebut.
Isinya, seperti dalam rilis yang dibagikan ke pers, kesaksian testimoni sejumlah tokoh yang terlibat dalam kiprah Doni memperbaiki ekosistem, di mana pun bertugas.
“Saya menyesal, mengapa tidak dari dulu, Pak Doni?”
Kalimat itu terucap berkali-kali dari mulut Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), akhir 2017. Aher begitu terkesan dan menyambut antusias gagasan Citarum Harum, mengatasi pencemaran dan kerusakan DAS Citarum yang diposisikan sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.
Aher sangat menyetujui penamaan program dengan sebutan “Citarum Harum”. Kata Doni, nama harus disesuaikan dengan kearifan lokal Jawa Barat. Sebelumnya, sudah ada sebutan “Paris van Java” untuk Bandung. Selain itu, masyarakat Sunda, juga terkenal rapi dan menyukai yang harum-harum.
“Mengapa tidak dari dulu, Pak Doni?”
Lagi-lagi, Aher mengucapkan kalimat itu. Spontan Doni menjawab dengan jawaban pamungkas, “Bagaimana dari dulu, Pak. Saya kan baru dilantik jadi Pangdam Siliwangi.”
Atas jawaban itu, seketika Aher tidak lagi menyesali “momen terlambat” tadi. Ia dan Doni pun menyepakati pameo “lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”.
Langkah pertama, Doni meminta Gubernur Aher mengundang seluruh bupati dan wali kota yang ada di Jawa Barat untuk berkoordinasi. Buru-buru Aher menukas, “Pak Doni saja yang mengundang. Kalau saya (yang mengundang), biasanya banyak yang tidak datang.”
Doni paham situasi itu. Sebuah solusi pun ditawarkan Doni kepada Aher, “Bapak yang membuat undangan, selebihnya serahkan saya.”
Surat undangan Gubernur Jawa Barat kepada seluruh bupati/wali kota pun selesai disusun. Doni membawanya ke markas Kodam III/Siliwangi. Ia panggil Aster Kodam Siliwangi. Perintahnya tegas, “Tugaskan para Dandim untuk menyampaikan surat ini kepada bupati dan wali kota di daerah masing-masing. Sampaikan kepada para Dandim, kalau sampai gagal menghadirkan bupati/wali kota dalam acara ini, saya akan ‘evaluasi’.”
Pada hari yang ditentukan, 18 bupati dan 9 wali kota se-Jawa Barat pun hadir ke Gedung Sate. Tercatat hanya dua yang tidak hadir, dan diwakili oleh Wakil Bupati dan Wakil Wali Kota. Kedua kepala daerah yang absen adalah Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Keduanya berstatus non-aktif karena sama-sama tengah mengikuti kontestasi Pilkada Jawa Barat 2018.
“Selama hampir dua periode menjabat gubernur Jawa Barat, baru kali ini saya mengundang bupati/wali kota, dan semua hadir,” gumam Gubernur Aher sambil menatap Doni Monardo. Yang ditatap hanya melempar senyum.
Dalam rapat bupati/wali kota itulah, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meresmikan nama “Citarum Harum” sebagai nama program percepatan penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum.
“Karena itu, saya melihat gelar Doktor Honoris Causa sangat tepat disematkan kepada Letjen TNI Doni Monardo karena beliau adalah sosok yang sangat memperhatikan lingkungan. Mulai terkait penanaman pohon trembesi besar-besaran terkait kelautan dan juga yang terakhir bersama saya di Jabar, perhatian dan kepedulian dia untuk menghadirkan Sungai Citarum sesuai fungsinya. Itu semua tak lepas dari peran dan campur tangan beliau,” ujar Aher dalam testimoninya.
Hal senada juga diungkapkan Hj Netty Prsetiyani Heryawan, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, yang tak lain adalah istri mantan gubernur Jawa Barat dua periode, Ahmad Heryawan. “Saya mengenal baik sosok Letjen TNI Doni Monardo, yang memiliki komitmen besar pada pelestarian lingkungan, utamanya sejak bersama Kang Aher mengelola program Citarum Harum, semasa beliau menjabat pangdam III/Siliwangi,” ujarnya.
Lebih lanjut Netty berkata, “Pak Doni, jangan lelah berkarya untuk kelestarian alam Indonesia. Salam tangguh!”
Draf tiga hari
Bersamaan langkah koordinasi dan konsultasi dengan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dan media, tak lupa Doni pun menyiapkan payung hukum pagi program yang hendak digulirkannya. Doni pun meminta dosen hukum di Universitas Islam Bandung (Unisba), Dr Dini Dewi Heniarti, SH, MH.
Wanita yang menjabat presiden Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia itu diminta Doni menyiapkan draf peraturan presiden untuk program Citarum Harum.
“Benar. Suatu hari saya dihubungi Pak Doni Monardo. Beliau meminta saya membuat drat peraturan presiden untuk percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Ciliwung. Draf berhasil saya selesaikan dalam waktu tiga hari. Setelah itu, kami diminta mengawal ke kantor Kemenko Maritim sampai ke kementerian/lembaga lain hingga akhirnya disetujui menjadi Perpres Nomor 15 Tahun 2018 yang menjadi payung hukum Citarum Harum,” ujar Dini.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum itu terbukti ampuh. Ia memayungi semua Tindakan yang diperlukan untuk mempercepat penanganan persoalan Citarum.
Mengamati sepak terjang Doni yang sistematis dan komprehensif, seketika itu pula Dini tahu bahwa apa yang dilakukan Doni adalah benar. Tidak sekadar benar, tetapi ia pun meyakini program yang digulirkan berpeluang besar untuk berhasil dalam pelaksanaan.
“Manakala program ini sukses, itu artinya akan membawa dampak yang sangat baik dalam bidang kedaulatan lingkungan yang selama ini banyak dilupakan orang. Masyarakat Indonesia umumnya hanya getol membicarakan kedaulatan negara, tetapi sedikit perhatian terhadap kedaulatan lingkungan. “Padahal, kedaulatan lingkungan sangat penting karena akan memenuhi semua hak manusia atas lingkungan yang baik di atas bumi,” ujar Dini.
Keberhasilan percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum membawa dampak positif pula terhadap kehidupan masyarakat Jawa Barat pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya. “Citarum Harum membawa efek domino terhadap para penggiat lingkungan, akademisi, pengusaha, pemerintah, media. Semua menjadi terlibat secara aktif untuk bersama-sama mengembalikan kejayaan Citarum. Beliau menyebutnya Kerjasama Pentahelix,” katanya.
Hingga hari ini, Dini masih terlibat aktif dalam program Citarum Harum, membidangi persoalan lingkungan. Ia terus mengawal perpres yang berdurasi tujuh tahun itu. “Sekarang memasuki tahun keempat. Kami sebentar lagi akan mengadakan evaluasi. Pekan lalu juga kami selenggarakan diskusi terkait Citarum Harum. Program ini sudah menggelinding menjadi kerja bersama semua stakeholder Sungai Citarum,” kata Dini Dewi.