Sabtu 27 Mar 2021 10:26 WIB

MoU Impor Beras Pemerintah Sebaiknya Dibatalkan

Pembatalan MoU karena stok beras masih surplus 12 juta ton.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah petani dan anggota Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) DPC Kabupaten Purbalingga melakukan aksi menolak rencana impor beras di Desa Brobot, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Selasa (23/03/2021). Perpadi Purbalingga mengkhawatirkan rencana impor beras akan semakin menekan harga gabah kering panen yang saat ini turun dari Rp4.300 menjadi Rp3.500 per kilogram akibat rendahnya penyerapan yang berbarengan dengan panen raya pada bulan maret ini.
Foto: IDHAD ZAKARIA/ANTARA
Sejumlah petani dan anggota Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) DPC Kabupaten Purbalingga melakukan aksi menolak rencana impor beras di Desa Brobot, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Selasa (23/03/2021). Perpadi Purbalingga mengkhawatirkan rencana impor beras akan semakin menekan harga gabah kering panen yang saat ini turun dari Rp4.300 menjadi Rp3.500 per kilogram akibat rendahnya penyerapan yang berbarengan dengan panen raya pada bulan maret ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR, Ema Umiyyatul Chusnah, meminta memorandum of understanding (MoU)/nota kesepahaman terkait impor beras dengan Thailand dan Vietnam dibatalkan. Hal itu disampaikan Ema menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut bahwa MoU dengan kedua negara tersebut dilakukan untuk berjaga-jaga.

"Kami berharap pemerintah tetap membatalkan MOU dengan Thailand dan Vietnam, karena neraca stok persediaan beras surplus 12 juta ton," kata Ema dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/4).

Baca Juga

Kendati demikian dia mengapresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo yang membatalkan rencana impor satu juta ton beras. Menurutnya apa yang dilakukan Presiden merupakan wujud Presiden selama ini memang mendengarkan aspirasi  masyarakat.

"Termasuk terkait rencana impor beras yang memang merugikan masyarakat Indonesia, khususnya petani yang mengalami penurunan harga gabah," ujarnya.

Ia menilai keputusan pemerintah tidak mengimpor beras hingga Juni 2021 merupakan kebijakan yang tepat, karena saat ini di sejumlah daerah sedang terjadi panen raya. Pada Juni mendatang sebelum kembali menyampaikan rencana impor, pemerintah perlu mengevaluasi dulu apakah impor masih diperlukan atau tidak.

"Bagi PPP penyerapan gabah petani dan menaikkan harga sesuai Harga Pokok Penjualan (HPP) yang telah ditetapkan yaitu Rp 4.200/kg sangat penting agar petani bisa sejahtera, terlebih saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19," jelasnya.

Ia menambahkan, Komisi IV DPR RI telah berkali-kali melakukan rapat bersama Kementan. Dari rapat tersebut diketahui bahwa stok beras dalam negeri masih aman.

"Tinggal pemerintah fokus menyiapkan stok bahan pangan pokok aman menjelang menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri," tuturnya.

Sebelumnya Presiden Jokowi memastikan hingga Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke Indonesia. Adapun MoU terkait impor beras dengan Vietnam dan Thailand menurut Jokowi hal itu dilakukan hanya untuk berjaga-jaga.

"Itu hanya untuk berjaga-jaga mengingat situasi pandemi yang penuh ketidakpastian. Saya tegaskan sekali lagi berasnya belum masuk," ungkap Jokowi, Jumat (26/3) malam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement