Ahad 28 Mar 2021 10:59 WIB

Masa Depan MBS Usai Laporan Kematian Khashoggi

Bagaimana masa depan politik Mohammed bin Salman dengan kebijakan baru Joe Biden?

Ilustrasi Muhammad bin Salman
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Muhammad bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Dr Necmettin Acar, Kepala Departemen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Administrasi Universitas Mardin Artuklu

Pada 26 Februari 2021, Pemerintahan Joe Biden akhirnya merilis laporan terbunuhnya Jamal Khashoggi, yang sudah disiapkan badan intelijen AS sejak dua tahun lalu. 

Baca Juga

Dalam laporan tersebut dengan jelas ditekankan bahwa Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) telah memberikan persetujuannya atas operasi yang dilakukan untuk menangkap atau membunuh Khashoggi.

Laporan itu menyebutkan untuk menjalankan operasi semacam itu tanpa persetujuan bin Salman adalah tidak mungkin. Persetujuan MBS sebagai penguasa Kerajaan Saudi de facto sangat penting.

MBS memiliki kekuatan absolut atas unit keamanan dan intelijen Saudi. Apalagi, sebagian besar nama yang menjadi sasaran sanksi AS tersebut adalah bagian dari unit perlindungan pribadi Mohammed bin Salman.

Kami dapat menafsirkan temuan laporan intelijen AS itu sebagai "menyatakan yang sudah jelas" karena laporan tersebut jauh dari mengemukakan argumen baru mengenai peran Mohammed bin Salman dalam pembunuhan Khashoggi. 

Namun, pengecualian Mohammed bin Salman dari daftar sanksi AS agak berbeda dengan pernyataan pemerintahan Biden bahwa Putra Mahkota akan membayar kejahatan yang dilakukannya. Ternyata, tak ada sanksi buat MBS.

Meskipun komentar seperti "Mohammed bin Salman tidak akan berperan di masa depan Arab Saudi" dan "Putra Mahkota telah mencapai akhir karir politiknya" dibuat setelah penerbitan laporan, namun sikap AS malah berbeda.

AS menyatakan tentang pentingnya hubungan mereka dengan Arab Saudi, dan yang paling penting, nama Putra Mahkota yang tidak ada dalam daftar sanksi, memberi tahu bahwa pemerintahan Biden sedang mencari jalan tengah.

Ketidakcocokan di Antara Elite Arab Saudi

Dinamika politik Arab Saudi saat ini tak lepas dari langkah penting dan sepihak Raja Salman yang memberikan takhta pada 2015. Raja Salman mengubah sistem suksesi kerajaan secara radikal untuk menjadikan putranya Mohammed bin Salman sebagai Raja Saudi berikutnya.

Langkah ini memainkan peran penting dalam dinamika politik Saudi saat ini. Dengan keputusan kerajaan yang dikeluarkan setelah 2015, Mohammed bin Salman secara langsung menguasai lembaga-lembaga penting seperti Kementerian Pertahanan, Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan, dan Pengadilan Kerajaan. 

Pengaruh Putra Mahkota atas sistem politik Saudi terus tumbuh setelah penetapan itu, dan pada 2017, semua institusi penting, industri minyak, manajemen ekonomi, urusan dalam negeri, urusan luar negeri dan terutama sektor keamanan, berada di bawah kendali MBS langsung maupun tidak langsung. 

Dan, seperti yang dinyatakan dalam laporan tersebut, pada akhir 2018, ketika pembunuhan Khashoggi dilakukan, Mohammed bin Salman telah memastikan kendali atas semua institusi penting di Arab Saudi dan, dalam praktiknya, menjadi penguasa negara.

Mudah dipahami jika karier politik yang melonjak dari Mohammed bin Salman menyebabkan ketidakpuasan mendalam di antara berbagai kelompok di internalal Kerajaan Saudi seperti House of Saud (keluarga kerajaan), Dewan Ulama Senior, suku-suku yang kuat, dan komunitas bisnis. 

Memang, sistem politik Arab Saudi bersifat monarki absolut di mana suara Raja sangat penting dalam segala hal. Namun, berdasarkan mekanisme informal di mana keputusan kritis dan terutama menyangkut masalah vital mengenai keamanan dan politik negara, dibuat dengan konsultasi dan konsensus yang lebih luas terlebih dahulu. 

 

sumber : Anadolu
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement