REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Legenda Arsenal dan Prancis Thierry Henry mengatakan, ini waktu yang tepat baginya untuk meninggalkan media sosial (medsos) di tengah meningkatnya kasus para pemain sepak bola yang menerima pelecehan rasialis secara daring.
Kepada BBC Sports, Selasa (30/3) Henry menjelaskan sosial media bukan tempat yang aman untuk berinteraksi, dan ia menyesali adanya insiden rasialisasi tersebut.
"Hal-hal yang biasa saya dengar di stadion dan jalanan semakin menjadi media sosial, terutama di komunitas saya, dan olahraga yang paling saya sukai, sepak bola," kata Henry.
Mantan penyerang timnas Prancis tersebut mengatakan pekan lalu, dia tidak akan lagi menggunakan media sosial sampai platform itu berbuat lebih banyak untuk mengatasi rasialisme dan intimidasi daring. Itu karena pesepak bola seperti Marcus Rashford, Anthony Martial, Axel Tuanzebe, pun Lauren James semuanya telah menjadi sasaran pelecehan rasialis beberapa bulan terakhir.
"Saya pikir sudah waktunya untuk membuat pendirian dan waktu untuk membuat orang menyadari bahwa tidak boleh dilecehkan pun ditindas secara daring. Dampaknya pada kesehatan mental Anda tidak ada duanya, kami tahu orang-orang melakukan bunuh diri karenanya," sambung Henry.
Sementara itu, Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) juga meminta perusahaan media sosial memperkenalkan strategi untuk mengekang pelecehan daring di platform mereka.
Bulan lalu, Instagram mengumumkan serangkaian tindakan untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi Henry menyarankan lebih banyak reformasi perlu diberlakukan dalam bidang media sosial.
"Ini bukan tempat yang aman. Penyerang Crystal Palace Wilfried Zaha mengatakan ketika dia membuka media sosial dia takut melihat komentar, seharusnya tidak seperti itu. Seharusnya Anda tidak merasa Anda tidak boleh melakukan sesuatu."
Isu soal media sosial memang tengah ramai diperbincangkan. Tak hanya perlakuan rasialis, beberapa kasus seperti tekanan dan terror berlebih membuat korban merasa depresi.
Kasus lain dalam industri sepak bola Eropa adalah keputusan mundurnya pelatih Fiorentina Cesar Prandelli. Dirinya secara terbuka menjelaskan pilihannya mundur dari dunia kepelatihan secara penuh di dasari atas kesehatan mental.
Dalam pernyataanya Prandelli mengungkapkan dirinya sedang berada di masa kelam, di mana dia kesulitan untuk mengeluarkan sisi terbaiknya saat mengelola ruang ganti tim dan juga ketika berada di atas lapangan.
Rekan setim Prandelli, Ennio Tardelli menjelaskan jika sepak bola berkembang dan memperkuat elemennya. Namun, terdapat beberapa bagian yang luput dari kebijakan tersebut dengan adanya tekanan yang begitu deras mengarah kepada para pemain, pun pelatih lewat jejaring sosial media.
"Ada banyak tekanan, dan semuanya bisa terjadi lebih dekat (sosial media). Bahkan ketika kami membuat keputusan, jejaring sosial media sudah lebih dahulu membicarakan. Itu adalah pilihan dari masing-masing individu dan saya sangat menghargai Prandelli, kami telah berbagi selama bertahun-tahun di Juve," kata Tardelli dilansir TMW.
Bukti lain dari gangguan pun distorsi sosial media bagi pesepak bola juga dialami striker PSM Makassar, Patrick Wanggai. Dalam akun sosial pribadinya netizen langsung melayangkan cemooh dan mengeluarkan nada rasialis untuk sang pemain.