REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai keputusan yang diambil oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) soal penolakan kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat sudah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Ada beberapa faktor yang mendukung keputusan tersebut.
Pertama, Kemenkumham melihat undang-undang partai politik yang disebutkan konflik partai itu mengacu pada AD/ART Partai Demokrat. Sementara AD/ART partai yang saat ini terdaftar dan diakui oleh Kemenkumham adalah AD/ART tahun 2020 versi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Yang di mana syarat untuk melakukan KLB itu memang berat. Harus 50 persen dukungan DPC dan 2/3 DPD. Tentu ini juga harus mendapat persetujuan majelis tinggi,” kata Adi saat dikonfirmasi, Rabu (31/3).
Lebih lanjut, Adi menuturkan, KLB kubu Moeldoko secara administratif cacat dan tidak memenuhi unsur-unsur yang ada dalam AD/ART partai yang terdaftar. “Jadi acuannya adalah AD/ART yang terdaftar, yaitu kubu AHY tahun 2020, masuk akal. Ini murni perosoalan hukum keputusannya, artinya melihat AD/ART partai politik yang sudah disahkan negara,” ujar dia.
Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai pemerintah sudah bersikap netral dalam menyelesaikan persoalan KLB Demokrat. “Dalam hal ini, pemerintah bersikap netral dan objektif. Dengan keputusan penolakan hasil KLB di Deli, menunjukkan kepada kita memang pemerintah dalam mencoba bersikap netral dan memang terlihat hasilnya seperti ini,” kata dia.
Baca juga : Yasonna Persilakan Demokrat KLB Tempuh Jalur Pengadilan
Sebelumnya, Kemenkumham menolak hasil KLB Partai Demokrat yang memilih Moeldoko sebagai ketua umum. Menurut mereka, perbaikan dokumen pihak KLB masih belum terpenuhi. Di antaranya belum ada DPD DPC, serta tidak disertai mandat dari ketua DPD dan DPC. Pemerintah masih merujuk pada AD/ART Partai Demokrat yang ada.