REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyatakan, pihaknya sepakat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II yang menjerat mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost Lino (RJ Lino). Agung Firman mengatakan, pihaknya sepakat adanya dugaan perbuatan melawan hukum terkait kasus tersebut.
"BPK sebenarnya posisinya sama dengan KPK, kami melihat adanya indikasi perbuatan melawan hukum," kata Agung Firman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/3).
BPK, lanjut Agung Firman, telah merampungkan enam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi terkait persoalan yang ada di PT Pelindo II. Dari enam LHP tersebut, dua di antaranya mengungkap adanya kerugian keuangan negara di atas Rp 2 triliun.
"Dari enam LHP Iinvestigasi itu setidak-tidaknya, dua di antaranya kerugian negaranya itu di atas Rp 2 triliun," terang Agung Firman.
Namun, diakui Agung Firman, enam LHP investigasi yang diselesaikan BPK, belum menyentuh mengenai pengadaan tiga unit QCC yang diusut KPK. Karena, KPK awalnya menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian keuangan negara terkait kasus pengadaan tiga unit QCC.
Namun, belakangan BPKP tidak dapat menyelesaikan perhitungan kerugian negara tersebut hingga KPK meminta BPK. "Tapi memang ada beberapa prosedur yang barangkali harus ditambahkan, diselesaikan, untuk rampung angka perhitungannya, karena unsur perbuatannya sendiri perlu angka. Jadi, ada satu perbuatan melawan hukum, nah dampak terhadap angkanya itu. Tapi, kami sepakat dengan KPK adanya perbuatan melawan hukum," terangnya.
Sebelumnya, RJ Lino mengaku, menguntungkan negara dalam pembelian crane tersebut. Dia menjelaskan, pembelian crane melalui penunjukan langsung akan lebih murah dibanding mengikuti lelang.
"Saya nggak tau kalau bagian keuntungan, mereka nggak hitung. Crane yang saya beli, penunjukkan langsung ya, 2010 itu, harganya lebih murah 500 ribu dollar dari pada lelang tahun 2012," kata RJ Lino di gedung Merah Putih KPK, Senin (29/3).
Dia menjelaskan, pengadaan tiga unit QCC PT Pelindo II itu telah sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN) pada 2008. Artinya, sambung dia, penunjukkan langsung yang dilakukannya juga tidak melanggar peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa milik negara.
RJ Lino mengaku, tak tahu soal pembagian keuntungan dari pengadaan kontainer. Sebab, dia telah melaksanakan tugas sesuai dengan aturan yang ada.
Selain itu, dia juga menilai, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harusnya tak hanya menghitungan kerugian negara yang diakibatkan dari perbuatannya. "Jadi kalau hitung kerugian negara, juga harus hitung keuntungan negara apa," katanya.