REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Mohammad Munif Ridwan
Marilah kita belajar personal branding dari Rasulullah SAW, sang pemberi teladan (uswatun hasanah) kehidupan, yang hidup 16 abad yang lalu. Muncul pertanyaan, apakah selama hidupnya Rasulullah SAW melakukan citra diri atau membranding kepribadiannya? Coba kita kejar jawaban atas pertanyaan itu.
Tentu ingatan kita sampai kepada sebuah julukan Rasulullah SAW yang sering kita dengar sejak kecil, yaitu Muhammad 'Al Amin', Muhammad orang yang dipercaya.
Jika kita lihat sebagai sebuah personal branding, maka Muhammad 'Al Amin' adalah brand yang luar biasa dan 'Al Amin' pun menjadi tagline yang sangat fenomenal.
Tagline 'Al Amin' telah memenuhi kriteria bagaimana membuat tagline yang mudah diingat, singkat, jelas, fokus, dan mudah dimengerti. Dan yang lebih penting, tagline itu orisinal.
Orisinalitas itu terbangun karena Rasulullah SAW memiliki ucapan, sikap, perbuatan, respons, kepedulian dan keseluruhan perilakunya yang tidak keluar dari value 'terpercaya'.
Gelar tersebut bukanlah klaim pribadi tetapi diberikan oleh penduduk Makkah pada saat itu. Gelar Al Amin bahkan tetap diakui mereka yang memusuhi beliau setelah periode kenabiannya, hingga saat ini.
Maka, personal brand yang kuat tersebut, pertama, didapat karena adanya satu kesamaan visi antara hati, lisan dan perbuatan. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam, bahwa untuk mencapai keimanan yang sempurna, maka harus memenuhi syarat tashdiq bil qalbi (dibenarkan hati), iqrar bil lisan (diucapkan dengan lisan) dan amal bil arkan (diwujudkan dalam amal perbuatan).
Kedua, personal brand Muhammad 'Al Amin', bukanlah rekayasa. Artinya, personal brand tersebut benar-benar diterapkan dalam aktivasi branding-nya. Aktivasi branding adalah sebuah proses untuk menguatkan personal brand seseorang.
Jadi, personal branding bukanlah merekayasa kepriba dian, tetapi sebuah proses untuk meletupkan keunikan yang kita miliki dan tidak dimiliki orang lain. Fungsi brand itu sendiri adalah sebagai pembeda dengan brand yang lain sehingga mudah dikenali.
Selain itu, yang ketiga, personal branding tidak lahir dalam waktu sekejap, sehingga selalu diperlukan aktivasi branding. Muhammad SAW melakukan proses itu selama bertahun-tahun dengan konsisten.
Bahkan pasca-personal brand-nya 'melejit' sebagai Al Amin, dalam diri Muhammad SAW tetap tertanam citra diri itu sampai akhir hayatnya. Jika Alquran adalah 'produk' dan Rasulullah SAW adalah personal yang mewakili 'produk', sebagaimana yang kita tahu, Rasulullah SAW dijuluki sebagai "Alquran berjalan".
Rasulullah hafal Alquran dan membuat banyak orang ikut menghafalkannya. Rasulullah membacanya berkali-kali sampai khatam dan membuat orang-orang juga berkali-kali mengkhatamkannya.
Rasulullah mengajarkan semua hal dalam Alquran mulai dari cara membacanya, menjelaskan isi kandungannya, memberi tahu manfaatnya dan membuat banyak orang mengamalkannya.
Bahkan segala detik kehidupan Rasullullah ada lah penerapan Alquran. Dari segala perkataan, perbuatan, bahkan diamnya Rasulullah menjadi dasar hukum dalam Islam, yang kita kenal sebagai hadis. Ketika personal brand seseorang sudah kuat maka ekuitas brand tersebut akan mengakar.
Ingatlah, Anda sendiri adalah salah satu dari brand. Karena Anda adalah sebuah brand, maka nama Anda adalah merek, wajah Anda adalah logo, pakaian dan aksesoris Anda adalah desain, perkataan Anda adalah public relation, sikap Anda adalah corporate culture, respons Anda adalah costumer service, kepedulian Anda adalah Corporate Social Responsibility (CSR), janji Anda adalah tagline, dan hasil kerja Anda adalah produk. Maka, tak inginkah kita wafat dalam kondisi memiliki personal branding yang dinilai baik di mata-Nya? Wallahu a'lam.