REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China menuduh Amerika Serikat (AS) menyebabkan bencana kemanusiaan melalui intervensi militer asing. Akibatnya banyak korban berjatuhan.
Laporan dari Masyarakat China untuk Studi Hak Asasi Manusia yang didukung pemerintah pada Jumat (9/4), mengatakan 'perang asing' yang diluncurkan di bawah panji intervensi kemanusiaan tidak hanya merugikan pihak-pihak berperan. Banyak korban sipil yang sangat serius berjatuhan dan kerusakan properti yang menyebabkan bencana kemanusiaan mengerikan.
"Keegoisan dan kemunafikan Amerika Serikat juga telah terungkap sepenuhnya melalui perang asing ini," kata laporan itu.
Laporan tersebut mengutip daftar agresi AS mulai dari intervensi di Yunani pada 1947 hingga penentangan terhadap pemerintah Venezuela di 2019. Laporan itu mengutip konflik di Korea, Vietnam, Teluk Persia, Kosovo, Afghanistan, Irak dan Suriah sebagai perang utama AS. “Memilih untuk menggunakan kekerasan terlepas dari konsekuensinya mengungkapkan aspirasi hegemoni Amerika Serikat,” kata laporan itu.
"Hanya dengan membuang pemikiran hegemonik, yang terutama dimotivasi oleh kepentingan pribadi, kita dapat mencegah intervensi kemanusiaan menjadi bencana kemanusiaan," ujar laporan tersebut
Hubungan antara Washington dan Beijing telah terpecah karena banyak hal. Isu terbaru adalah dukungan AS untuk Taiwan dan sanksi atas kebijakan China termasuk di Hong Kong dan Xinjiang.
Sikap China di Laut Cina Selatan dan seruan AS untuk lebih banyak keterbukaan dari negara tirai bambu tentang asal-usul pandemi virus Corona semakin mengguncang hubungan.
Kondisi memanas saat pemerintah Presiden Donald Trump. Tapi, tidak ada perubahan besar pada masalah tersebut sejak Presiden Joe Biden menggantikan Trump pada 20 Januari. Kondisi kedua negara tetap memanas, bahkan mungkin tidak akan segera terurai.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, mengatakan pemerintah AS telah berbesar hati terhadap China. "Karena ada banyak kesepakatan bipartisan dalam hal bagaimana kita seharusnya dan dapat mendekati pemerintah di Beijing," ujarnya ketika ditanya tentang undang-undang yang tertunda itu pada Kamis (8/4).
Terus mendapatkan tekanan AS, China justru membalas dengan retorika yang memanas dan larangan visa terhadap pejabat AS. Sikap yang diambil Washington dianggap telah merusak kepentingannya melalui kritik terhadap catatan hak asasi manusia Beijing.