REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang melaporkan efek samping setelah mendapat vaksinasi Covid-19, tetapi memang tidak semua mengalaminya. Para ahli menekankan bahwa tidak perlu cemas jika tanpa efek samping, karena vaksin tersebut masih bekerja.
Profesor epidemiologi dan kedokteran di Yale School of Public Health, Albert Ko, mengatakan efek samping adalah bukti bahwa sistem kekebalan bersiap untuk melawan virus. Akan tetapi, uji coba klinis membuktikan tak ada korelasi ketiadaan gejala dan respons imun.
"Orang-orang masih memiliki antibodi yang baik, terlepas dari mereka mengalami gejala atau tidak setelah vaksinasi. Orang tidak boleh curiga bahwa jika mereka tidak bergejala, vaksin tidak bekerja," tutur pria yang berdomisili di New Haven, Connecticut, Amerika Serikat itu.
Vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna telah terbukti memiliki kemanjuran sekitar 90 persen, sementara vaksin Johnson & Johnson memiliki tingkat kemanjuran 72 persen di AS. Mayoritas peserta uji klinis vaksin Moderna dan Pfizer-BioNTech memiliki "efek samping lokal".
Informasi itu disampaikan dokter penyakit menular Anne Liu, yang bertugas di Stanford Health Care di Palo Alto, California. Efek samping lokal artinya merasakan efek samping berupa nyeri atau bengkak di tempat suntikan.
"Sejauh efek samping sistemik yang lebih signifikan, itu hanya sebagian kecil dari pasien, terutama untuk suntikan pertama. Kebanyakan orang tidak akan mengalami efek samping sistemik," ujar Liu, dikutip dari laman Today, Ahad (11/4).
Dia mengacu pada gejala seperti kelelahan, menggigil, nyeri otot atau demam. Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, orang mengalami reaksi anafilaksis terhadap vaksin. Beberapa juga mengalami reaksi kulit ringan, seperti kemerahan yang muncul kemudian di tempat suntikan.
Liu menambahkan, efek samping menjadi jauh lebih mengemuka karena orang lebih cenderung berbicara tentang gejala, dibandingkan yang tidak memiliki gejala. Dia menganalisis hal tersebut dari unggahan media sosial.
Menurut Liu, sangat sedikit orang yang benar-benar membuka media sosial dan mengatakan sudah mendapat suntikan dan tidak merasakan apa-apa. "Jelas ada bias pelaporan dan jika orang mengatakan itu, tidak ada yang me-retweet. Saya pikir orang tidak akan selalu menyiarkan bahwa mereka baik-baik saja," ungkapnya.
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal medis JAMA menganalisis efek samping yang dilaporkan oleh orang-orang yang berpartisipasi dalam sistem pengawasan V-safe dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Peserta mendaftar dan melapor secara mandiri.
Reaksi ditinjau dari hari vaksinasi hingga satu tahun setelah dosis kedua vaksin. Data yang dikumpulkan dari hampir dua juta peserta penerima vaksin menunjukkan bahwa reaksi lokal dan sistemik yang paling sering dilaporkan setelah dosis pertama adalah nyeri di tempat suntikan dan kelelahan.
Persentase efek samping jauh lebih besar setelah dosis kedua vaksin. Lebih dari 50 persen peserta mengalami kelelahan, 40 persen mengalami sakit kepala, dan lebih dari 30 persen mengalami kedinginan. Lebih banyak penerima vaksin Moderna yang mengalami reaksi dibanding Pfizer-BioNTech.
Ahli epidemiologi dan profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, David Dowdy, mengatakan bahwa jenis vaksin lain yang digunakan punya kecenderungan sama. Beberapa orang merasakan efek samping yang lebih kuat, sementara lainnya tidak sama sekali.
"Ini tidak berarti bahwa orang yang memiliki efek samping yang lebih kuat adalah orang yang lebih terlindungi. Ini lebih tentang bagaimana tubuh orang-orang selaras dengan apa yang dilakukan sistem kekebalan mereka," kata Dowdy.