Senin 12 Apr 2021 16:56 WIB

Yang tak Wajib Berpuasa di Masa Pandemi Covid-19

Tenaga kesehatan bisa meninggalkan puasa jika takut berdampak ke kesehatannya.

Petugas masjid menyemprotkan cairan disinfektan di area tempat ibadah di Masjid Jami Nurul Hidayah, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (12/4). Penyemprotan tersebut dilakukan dalam rangka persiapan shalat tarawih saat bulan Ramadhan sebagai upaya menjaga sterilisasi di area masjid. Masyarakat yang dalam kondisi OTG tidak diperbolehkan beribadah di tempat umum agar mencegah penularan Covid-19. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas masjid menyemprotkan cairan disinfektan di area tempat ibadah di Masjid Jami Nurul Hidayah, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (12/4). Penyemprotan tersebut dilakukan dalam rangka persiapan shalat tarawih saat bulan Ramadhan sebagai upaya menjaga sterilisasi di area masjid. Masyarakat yang dalam kondisi OTG tidak diperbolehkan beribadah di tempat umum agar mencegah penularan Covid-19. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fuji E Permana, Antara

Besok, insya Allah, menjadi Ramadhan kedua di tengah pandemi. MUI pun memastikan ibadah Ramadhan tidak harus menjadi beban bagi mereka yang terdampak Covid-19 atau berkutat dengan Covid-19.

Baca Juga

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19 serta memiliki gejala berat diperbolehkan untuk tidak berpuasa, berdasarkan pertimbangan dokter sebagai rujukan. "Kemudian kalau kondisi sakit berdampak parah jika dilakukan puasa atau puasa berdampak pada kondisi kesehatannya, maka dia boleh tak puasa," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (12/4).

Sementara bagi mereka yang terkonfirmasi positif dan tak bergejala atau OTG, masih bisa untuk berpuasa dan ibadahnya dilakukan di tempat karantina. Mereka namun tak diperkenankan untuk ikut ibadah berjamaah karena berpotensi menularkan virus ke orang lain.

Kalaupun memilih untuk tidak berpuasa, MUI menekankan agar berkonsultasi dengan dokter, apabila baginya puasa bakal berdampak pada kondisi kesehatan. "Bagi saudara-saudara kita yang terpapar Covid-19, aktivitas ibadahnya dilaksanakan di tempat di mana dia dikarantina agar tidak menularkan kepada orang lain. Dalam batas tertentu dia haram melakukan aktivitas ibadah yang berpotensi menularkan," kata dia.

Menurut dia, seseorang yang terpapar Covid-19 dan memutuskan tak berpuasa, bisa menggantinya di bulan lain atau ketika dia sudah sembuh. "Kalau nanti dia tak berpuasa, dia meng-qhada saat sembuh. Tetapi bisa jadi dalam kondisi tertentu, dia tidak sembuh, dia meninggal belum sempat qhada, dia tidak dosa. Dia dalam posisi tidak terkena beban hukum," kata dia.

Sementara itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19, termasuk bagi yang tidak bergejala atau orang tanpa gejala (OTG), tidak wajib menunaikan puasa. "Puasa Ramadhan wajib dilakukan, kecuali bagi orang yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik bergejala dan tidak bergejala masuk dalam kelompok orang yang sakit," tulis Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Haedar menjelaskan hal itu tercantum dalam poin pertama dalam Surat Edaran PP Muhammadiyah tentang Ibadah Ramadhan 1442 Hijriah. Selain pasien positif Covid-19, Muhammadiyah juga mengecualikan para tenaga kesehatan tidak wajib berpuasa.

Untuk menjaga kekebalan tubuh dan dalam rangka berhati-hati guna menjaga agar tidak tertular Covid-19, tenaga kesehatan dapat meninggalkan puasa Ramadhan, dengan ketentuan menggantinya setelah Ramadhan. Vaksinasi boleh dilakukan saat berpuasa dan tidak membatalkan puasa karena diberikan tidak melalui mulut atau rongga tubuh lainnya, seperti hidung serta tidak memuaskan keinginan dan bukan merupakan zat makanan yang mengenyangkan.

Bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya terdapat penularan Covid-19, sholat berjamaah, baik sholat fardhu, sholat Jumat, maupun sholat Tarawih dilakukan di rumah masing-masing untuk menghindari penularan virus corona. Namun, jika tidak ada penularan, sholat berjamaah dapat dilaksanakan di masjid, mushola, langgar atau tempat lainnya dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Selain itu, kajian atau pengajian yang beriringan dengan kegiatan sholat berjamaah dapat dilakukan dengan mengurangi durasi waktu agar tidak terlalu panjang dan tetap menerapkan protokol kesehatan. "Namun jika di wilayah tersebut ada kasus positif Covid-19, kajian atau pengajian sebaiknya dilakukan secara daring atau membagikan materi ke jamaah di rumah," kata Haedar Nashir.

Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Fuad Nasar, menyarankan agar kegiatan sahur dan buka puasa bersama dilakukan di rumah masing-masing. Hal ini dalam rangka mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.

"Kegiatan masyarakat khas Ramadhan yang berpotensi menimbulkan kerumunan sebaiknya dihindari. Seperti sahur dan buka puasa bersama, sebaiknya di rumah saja," kata Fuad melalui pesan tertulis kepada Republika.

Selain kegiatan sahur dan buka puasa bersama, Fuad mengatakan, sejumlah kegiatan masyarakat lainnya yang menjadi budaya di bulan Ramadhan seperti ngabuburit hingga takbir keliling sebaiknya tidak dilakukan. Mengingat penularan Covid-19 masih terjadi di Indonesia.

"Pembayaran zakat fitrah pun disarankan tidak dilakukan secara tatap muka tetapi bisa dilakukan melalui layanan digital. Pendistribusian (zakat) juga tidak diperkenankan terjadi kerumunan di masjid," ujarnya.

Fuad menambahkan, Surat Edaran Menteri Agama Nomor 04/2021 sudah mengatur tentang bagaimana pelaksanaan kegiatan ibadah selama bulan Ramadhan. Sehingga dibutuhkan kesadaran umat Islam untuk menjalankannya.

"Surat Edaran Menteri Agama itu harus dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam satu kesatuan narasi dengan edaran yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement