REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyunting Buku Kamus Sejarah Indonesia, Susanto Zuhdi, menyatakan tidak bermaksud menghilangkan nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari dalam buku tersebut. Ia menjelaskan, terdapat kesalahan pengunggahan buku yang belum diselesaikan.
"Jadi singkatnya, memang di 2017 draf ini belum disempurnakan, belum diperbaiki, belum dilengkapi, belum dicek ulang. Dengan harapan tahun berikutnya itu diteruskan. Nah ini yang tidak terjadi. Jadi, akhirnya ini muncul seperti yang sekarang kita hadapi," kata Susanto, dalam telekonferensi, Selasa (20/4).
Ia menjelaskan, sebagai editor pada tahun 2017, kamus tersebut disusun dengan konsep entry atau lema. Tim perancang telah menyusun empat lema yang harus diisi disesuaikan dengan periode sejarah Indonesia yang panjang. Adapun jumlah lema yang disusun sebanyak empat, yakni berisi tokoh, peristiwa, tempat bersejarah, dan organisasi.
Nama KH Hasyim Asy'ari di dalam buku tersebut bukannya tidak ada. Susanto menyebut, nama pendiri NU tersebut memang tidak ada di dalam lema tokoh, namun ada di dalam penjelasan pendirian NU.
Buku Kamus Sejarah Indonesia mulai dibuat pada tahun 2017. Pada tahun tersebut, buku belum selesai digarap namun masa anggaran sudah habis. Buku yang belum selesai kemudian wajib dilaporkan dan dibuat dalam bentuk pdf.
Selanjutnya, pada tahun 2019 Kemendikbud menyiapkan materi yang akan diunggah dalam Rumah Belajar. Buku Kamus Sejarah Indonesia yang belum selesai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam laman Rumah Belajar. Kemendikbud menegaskan, pengunggahan ini merupakan keteledoran.
Banyak kejanggalan
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai Kamus Sejarah Indonesia terbitan Kemendikbud perlu untuk ditarik dari peredaran. Buku yang dijadikan salah satu rujukan pengajaran mata pelajaran sejarah tersebut dinilai banyak mengandung kejanggalan.
“Setelah membaca dan mendengar pandangan dari banyak kalangan kami meminta Kemendikbud untuk menarik sementara Kamus Sejarah Indonesia baik jilid I dan Jilid II dari peredaran. Kami berharap ada perbaikan konten atau revisi sebelum kembali diterbitkan dan digunakan sebagai salah satu bahan ajar mata pelajaran sejarah,” ujar Huda.
Dia menjelaskan, Kamus Sejarah Indonesia terbitan Kemendikbud terdiri dari dua jilid. Kamus Sejarah Indonesia Jilid I memuat daftar informasi atau istilah kesejarahan pada kurun waktu 1900 hingga 1950 atau pada masa pembentukan negara (nation formation). Sedangkan Kamus Sejarah Indonesia Jilid II memuat informasi peristiwa kesejarahan kurun waktu 1951-1998 pada masa pembangunan negara (nation building).
“Di masing-masing jilid ada beberapa kejanggalan kesejarahan yang jika dibiarkan akan berbahaya bagi pembentukan karakter peserta didik karena adanya disinformasi,” kata Huda.
Huda mengungkapkan, kejanggalan pada Kamus Sejarah Indonesia Jilid I adalah tidak adanya keterangan terkait kiprah pendiri NU Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari. Padahal KH Hasyim Asy'ari dikenal sebagai Pahlawan Nasional yang mendorong tercapainya Kemerdekaan Indonesia termasuk mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan agresi militer Belanda.
“Anehnya di sampul Kamus Sejarah Jilid I ini ada gambar KH Hasyim Asy'ari tapi dalam kontennya tidak dimasukkan sejarah dan kiprah perjuangan beliau. Lebih aneh lagi ada nama-nama tokoh lain yang masuk kamus ini termasuk nama Gubernur Belanda HJ Van Mook dan tokoh militer Jepang Harada Kumaichi yang dipandang berkontribusi dalam proses pembentukan negara Indonesia,” katanya.
Kejanggalan ini, lanjut Huda, juga ada pada Kamus Sejarah Indonesia Jilid II di mana nama Soekarno dan Hatta tidak masuk dalam entry khusus meski masuk pada penjelasan di awal kamus. Dengan format penyusunan kamus yang memasukan tokoh yang berperan dalam pembentukan maupun pembangunan negara secara alfabetis, tidak ada alasan nama Soekarno dan Hatta tidak dicantumkan.
“Justru ada nama tokoh yang tidak jelas kontribusinya dalam proses pembentukan maupun pembangunan bangsa masuk entry khusus untuk diuraikan background personalnya,” katanya.
Politikus PKB ini menegaskan, Kamus Sejarah Indonesia baik jilid I maupun jilid II harus ditarik dan direvisi. Perbaikan konten harus dilakukan untuk meluruskan kejanggalan informasi yang ada di dalamnya. Dua kamus ini diproyeksikan menjadi salah satu bahan ajar mata pelajaran sejarah dan bisa diunduh secara gratis sehingga bisa tersebar secara masif.
"Bayangkan jika potensi persebarannya yang begitu luas, namun di sisi lain ada informasi kesejarahan yang tidak akurat. Maka akan ada banyak anak didik dan generasi muda di Indonesia yang tidak bisa memahami proses nation formation maupun nation building secara utuh,” tukasnya.
Huda juga meminta Kemendikbud harus tegas mengeluarkan nama-nama tokoh yang tidak berkontribusi dalam proses nation formation maupun nation building dari Kamus Sejarah Indonesia. Menurutnya dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid II ada tokoh yang tidak jelas kontribusinya dalam proses nation building malah masuk di entry khusus.
Anehnya, lanjut Huda, tokoh ini dikenal karena sikap dan pandangan politiknya yang bertentangan dengan ideologi negara. “Harus dikeluarkan tokoh-tokoh yang tidak jelas kontribusinya dan malah sikap dan pandangan politiknya bertentangan dengan ideologi negara karena akan berbahaya bagi peserta didik di Tanah Air,” katanya.
Selain itu, tegas Huda, Kemendikbud juga harus melakukan evaluasi pada tim penyusun Kamus Sejarah Indonesia. Menurutnya, tim penyusun dua buku tersebut harus dibersihkan dari oknum-oknum tuna sejarah dan tuna nasionalisme.
“Kemendikbud harus benar-benar selektif dalam memilih tim penyusun buku ataupun bahan ujian. Sebab seringkali kita temui berbagai produk konten dari Kemendikbud yang menuai polemik dan kontroversi,” pungkasnya.