REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Laporan Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) pada Selasa (20/4) menyatakan, persenjataan rudal besar-besaran Iran terus tumbuh. Persenjataan itu pun dikombinasikan dengan drone dan rudal jelajahnya membuat pengganda kekuatan yang tidak stabil.
"Sistem rudal balistik Iran dilengkapi dengan rudal jelajah dan UAV, dimaksudkan tidak hanya untuk pencegahan, tetapi untuk pertempuran, termasuk oleh mitra regional Iran," kata laporan yang dikutip dari The Jerusalem Post.
Dalam laporan lembaga penelitian Inggris memberikan penilaian rinci tentang rudal Iran dan cara serta tujuan yang telah dikembangkannya. "Masalah nuklir adalah fokus eksklusif dari negosiasi pemulihan Rencana Aksi Komprehensif Bersama 2015 (kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan dunia), yang telah terjadi di Wina," kata laporan itu.
Kekuatan Barat saat ini berfokus pada masalah pengayaan nuklir. Ada juga pembicaraan lanjutan tentang program rudal Iran, meskipun tidak diketahui apakah Iran tertarik. Pada masa lalu, negara Iran dianggap tak transparan tentang koleksi misilnya yang terus bertambah secara presisi dan jangkauannya.
Iran adalah pemimpin dunia dalam rudal balistik, bersama Rusia, China, dan Korea Utara. Persenjataan rudal Iran dirancang sebagai ancaman asimetris karena memiliki tentara konvensional yang relatif lemah dan angkatan udara yang lemah.
"Untuk menginformasikan debat kebijakan publik tentang hal-hal yang terakhir, IISS telah menghasilkan penilaian teknis yang kaya fakta tentang kemampuan rudal dan kendaraan udara tak berawak (UAV) Iran saat ini dan penyebaran teknologi ini ke mitra regional Iran," kata laporan itu.
Iran telah mengekspor rudal jarak pendek ke proksinya di wilayah tersebut. Iran 107-mm roket telah dikirim ke proksi di Irak untuk ditembakkan ke pasukan Amerika Serikat (AS) dan pernah disita ketika melakukan pengiriman ke Hizbullah.