REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Nabi Muhammad SAW wafat pada 632 M. Abu Bakar Ash Shiddiq terpilih sebagai khalifah pertama. Tugasnya menggantikan peran Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat. Waktu itu, kekuasaan Islam mencakup nyaris seluruh Semenanjung Arabia.
Dalam masa pemerintahannya, Abu Bakar tidak hanya sukses meredam pemberontakan. Ia juga merintis perluasan wilayah sehingga mem bentengi teritori Islam dari ancaman dua adidaya kala itu, Romawi Timur (Bizantium) dan Iran (Persia).
Ia menunjuk Khalid bin Walid untuk memimpin penaklukan Irak. Adapun pembebasan Suriah ditangani tiga pimpinan, yakni Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah.
Sebelum wafat pada 634, Abu Bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Pada era Al Faruq, ekspansi wilayah Islam berlangsung secara pesat. Empat tahun sejak dirinya menjabat khalifah, Yerusalem berhasil dibebaskan. Sang amirul mukminin juga membuka jalan penaklukkan atas Persia. Mesir pun jatuh ke tangan Muslimin sehingga membuat gentar penguasa Bizantium.
Khalifah Umar mengangkat Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai gubernur Suriah. Dalam menjalankan perannya, Muawiyah mampu membendung rongrongan pasukan Bizantium di daerah perbatasan kekhalifahan.
Namun, sosok berjuluk Abu Abdurrahman itu menyadari, ancaman terbesar justru datang dari lautan. Dan, pertahanan Muslimin di kawasan pesisir masih lemah, tidak sebanding dengan armada tem pur Bizantium.
Ia kemudian mengusulkan kepada Umar agar Kekhalifahan segera membangun angkatan laut. Dalam suratnya, ia berargumen bahwa Muslimin tidak bisa terus-menerus mengandalkan pergerakan pasukan di daratan. Orang-orang Arab memang piawai bertempur di darat. Bila unggul, mereka terus menyerang. Sebaliknya, mereka akan mundur teratur atau berpencar ke gurun bila musuh kian mendesak.
Namun, keinginan Muawiyah ditolak sang khalifah. Al Faruq beralasan, orang-orang Arab tidak terbiasa bertempur di lautan. Dalam buku biografi karya Ali Muhammad Asy Syalabi disebutkan jawaban Umar terkait usulan itu, "Demi Zat yang mengutus Nabi Muhammad SAW dengan kebenaran, tidak akan pernah kuizinkan seorang Muslim berperang di lautan. Demi Allah, seorang Muslim lebih kuinginkan (keselamatannya) daripada semua yang dimiliki Bizantium. Jadi, berhentilah dengan saranmu itu."
Perkataan Umar menggambarkan kecenderungan umumnya masya rakat Lembah Hijaz. Tidak seperti penduduk pesisir Arab, menurut Boxhall, mereka menilai lautan sebagai daerah asing. Muawiyah tak bisa berbuat banyak untuk meyakinkan pemimpinnya.
Pada November 644, Khalifah Umar ditusuk seorang budak Persia kala sedang memimpin shalat subuh. Ia meninggal dunia beberapa hari kemudian. Utsman bin Affan lantas terpilih sebagai penggantinya.
Berbeda dengan Umar, sahabat Nabi SAW yang berjulukan Pemilik Dua Cahaya itu cenderung mempertimbangkan masukan Muawiyah. Bagaimanapun, sang khalifah tidak langsung menyetujuinya. Sebab, dengan mengizinkan berarti ia telah menyalahi kebijakan Umar dan merusak janjinya dahulu sewaktu dibaiat.
Maka, Utsman sekadar membolehkan Muawiyah untuk membangun serangan via jalur laut secara sukarela. Artinya, pasukan Muslimin tidak sampai diwajibkan untuk mendaftar di angkatan laut, tapi juga tidak akan dihalang-halangi bila berminat mengikutinya. Dengan kebijakannya itu, inisiatif sang gubernur Suriah pun mulai diwujudkan. Inilah armada yang pertama dalam sejarah Islam.