Kamis 29 Apr 2021 06:23 WIB

KAI Larang Ngabuburit di Jalur Kereta Api

Banyak warga yang menunggu waktu berbuka puasa di area jalur kereta api.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Warga menunggu saat berbuka puasa atau ngabuburit di kawasan Stasiun KA Madiun, Jawa Timur, Ahad (18/4/2021). PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melarang masyarakat beraktivitas di jalur kereta api, termasuk kegiatan ngabuburit.
Foto: SISWOWIDODO/ANTARA
Warga menunggu saat berbuka puasa atau ngabuburit di kawasan Stasiun KA Madiun, Jawa Timur, Ahad (18/4/2021). PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melarang masyarakat beraktivitas di jalur kereta api, termasuk kegiatan ngabuburit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melarang masyarakat beraktivitas di jalur kereta api. Salah satunya termasuk untuk bersantai menunggu waktu berbuka puasa atau yang biasa disebut ngabuburit. Selain membahayakan diri, kegiatan tersebut juga dapat mengganggu perjalanan kereta api.

“KAI dengan tegas melarang masyarakat berada di jalur kereta api untuk aktivitas apapun selain untuk kepentingan operasional kereta api,” ujar VP Public Relations KAI Joni Martinus dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (28/4). 

Baca Juga

Joni mengatakan, larangan beraktivitas di jalur kereta api telah ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 181 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang berada di ruang manfaat jalur kereta api, menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api, ataupun menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.

“Selain dapat membahayakan keselamatan, masyarakat yang melanggar juga dapat dikenai hukuman berupa pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 15 juta. Hukuman tersebut sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 199 UU 23 Tahun 2007," ungkap Joni.

Pada momen Ramadhan tahin ini, Joni mengatakan banyak masyarakat yang menunggu waktu berbuka, bermain, atau bahkan berjualan di area jalur kereta api. Bahkan ada anak-anak yang menaruh benda asing atau memindahkan batu balas ke atas rel KA yang dapat merusak prasarana kereta api. 

Joni menegaskan, batu balas tidak boleh diambil karena fungsinya yang sangat vital. Batu tersebut untuk meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar, mengokohkan kedudukan bantalan, dan meluluskan air.

“Tindakan menaruh benda asing di atas rel dapat merusak prasarana kereta api bahkan dapat mengakibatkan kereta anjlok,” tutur Joni.

Dia menambahkan, kerumunan yang nuncul selain dapat meningkatkan potensi penularan Covid-19 di tengah-tengah masyarakat, juga dapat membuat kecepatan kereta api. Joni mengatakan, kecepatan kereta api terpaksa dikurangi sehingga berpotensi mengganggu jadwal perjalanan kereta api.

Dampak dari ketidakpatuhan masyarakat terhadap aturan yang berlaku, KAI mencatat pada 2020 terdapat 421 orang yang tertemper kereta api. Sementara pada tahun ini, KAI mencatat hingga dengan 27 April terdapat 132 orang tertemper kereta api dan 97 orang meninggal, 28 luka berat, serta 12 orang luka ringan.

“Kami meminta masyarakat turut berpartisipasi menciptakan keselamatan bersama dan kelancaran perjalanan kereta api. Kami juga mengimbau kepada masyarakat agar memberi pengertian atau teguran apabila ada yang bermain atau melakukan kegiatan di jalur kereta api,” jelas Joni.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement