REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Johan Budi mengatakan pemberhentian pegawai KPK tidak berdasarkan alih status kepegawaian seperti yang mencuat saat ini terkait dengan 75 pegawai tidak lolostes wawasan kebangsaan (TWK).
"Memberhentikan pegawai KPK itu basisnya undang-undang, jadi bukan alih status," kata Johan Budi dalam diskusi Polemik Trijaya Dramaturgi KPK di Jakarta, Sabtu (8/5).
Johan melanjutkan, dalam undang-undang, pegawai KPK yang bisa diberhentikan, misalnya karena melanggar kode etik berat, melakukan tindak pidana, meninggal dunia, atau mengundurkan diri. "Itu kalau kita bicara di dalam aturannya. Jadi, tidak dikarenakan oleh alih status, apalagi alih status ini berdampak pada pemberhentian sebagai pegawai KPK atau tidak, itu adalah dasarnya peraturan komisi, saya yakin peraturan komisi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang," katanya.
Johan Budi mengingatkan 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK yang terancam pemecatan itu baru berasal dari pemberitaan. "Berita itu kadang sedepa lebih ke depan dari kenyataannya, Pak Firli secara langsung, konferensi pers dari Ketua KPK, bahwa memang belum ada kesimpulan bahwa 75 orang ini dipecat atau diberhentikan," ucapnya.
Bahkan, menurut Johan Budi, dia melihat pernyataan yang disampaikan Ketua KPKsoal nasib 75 pegawai yang tidak lolos TWK lebih pada tidak diberhentikan. Menyinggung alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), menurutnya, sebenarnya merupakan perintah undang-undang yang mesti dilaksanakan.
"Dalam kaitan alih status ini, saya tidak bicara apakah ada penyingkiran atau tidak, tetapi secara logika alih status itu akibat konsekuensi logis dari revisi Undang-Undang KPK, jadi ini perintah undang-undang," katanya menegaskan.