REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Habib Rizieq Shihab (HRS) menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun di sidang lanjutan kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung, Senin (10/5). Dalam persidangan, pendiri Front Pembela Islam (FPI) itu mempertanyakan dasar pembubaran FPI merujuk pada SKB Enam Menteri 30 Desember lalu.
HRS meminta penjelasan kepada Refly, apakah jika suatu ormas berasaskan Islam bisa disebut bertentangan dengan pancasila dan bisa dibubarkan. Refly menegaskan, tidak mungkin di segala aspek yang ada Islam bertentangan dengan pancasila, mengingat nilai-nilai Islam sudah pasti tertanam di pancasila.
"Dalam Pancasila dan UUD 1945, sepanjang itu tidak bertentangan dengan pancasila, yang ditafsirkan sebagai teks itu tidak melanggar hukum,’’ ujar dia di ruang sidang PN Jakarta Timur, Senin (10/5).
Menurut Refly, ada hak yang menjamin agar ormas bisa berjalan dalam UU No 17 tahun 2013 tentang keormasan. Sehingga, jangankan ormas yang sudah terdaftar dan habis masa berlaku surat keterangan terdaftar (SKT), ormas yang tidak terdaftar pun bisa melakukan kegiatan selama tidak bertentangan dengan konstitusi.
HRS kembali bertanya, apakah oknum yang menjadi tersangka dalam suatu institusi atau ormas bisa menjadikan alasan membubarkan ormas tersebut. Menurut Refly, jika hal itu terjadi, maka yang perlu dibubarkan pertama kali adalah setiap parpol yang memiliki wakil di senayan.
"Karena semuanya sudah terbukti melakukan tindak pidana. Salah satunya, adalah korupsi yang merupakan extraordinary crimes. Tapi kan tidak bisa begitu,’’ kata dia.
Menurut Refly, meski ada oknum di suatu instansi, maka instansi atau ormas tersebut tidak bisa dibubarkan. Sebab, hukum di Indonesia hanya melihat individu. "Walaupun berdekatan dengan elit politik, tetap saja orang (yang terjerat) yang harus diproses,’’ ungkap dia.
Pemerintah telah membubarkan FPI melalui Surat Keputusan Bersama enam menteri dan kepala lembaga yang diumumkan 30 Desember 2020 silam. Dari SKB tersebut, FPI dilarang berkegiatan, termasuk menggunakan simbol serta atribut organisasi yang dimilikinya.
Dijelaskan, ada beberapa alasan pemerintah membubarkan ormas tersebut. Mulai dari FPI yang secara de jure diklaim sudah bubar sejak 21 Juni 2019 karena tidak memiliki SKT, lalu 35 pengurus FPI yang pernah bergabung dan diduga terlibat tindak pidana terorisme, hingga pelanggaran hukum pengurus dan anggota yang kerap melakukan razia hingga sweeping.