REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah
Sidang perkara kerumunan Petamburan dan Megamendung dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) memasuki babak pembacaan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan 10 bulan kurungan. Selain meminta majelis hakim membebaskan dirinya, dalam pembuka pleidoinya, HRS juga mengenang enam laskar FPI yang tewas saat menjalankan tugas pengawalan.
HRS menjelaskan, dirinya dan keluarga memilih jalan pada Ahad (6/12/2020) malam agar terhindar dari kemacetan. Ternyata, mobil asing yang selama ini berada di depan kompleks perumahan Mutiara Sentul membuntuti rombongan keluarga.
Secara mengejutkan di Tol Karawang rombongan dicegah hingga keluar Tol Karawang Timur. Namun upaya membuntuti rombongan berhasil dihalangi pengawal dari laskar FPI sehingga Rizieq dan keluarga selamat dari kejaran.
“Saya dan keluarga selamat, tetapi enam pengawal kami diculik dan akhirnya masuk ke tol Kerawang dan dibawa ke KM 50. Selanjutnya digiring ke suatu tempat untuk disiksa dan dibunuh secara kejam,” ujar HRS saat membacakan pleidoi sambil terisak di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (20/5).
Dalam pledoinya, HRS juga mendoakan enam laskar FPI yang meninggal dapat diterima disisi Sang Pencipta. Ia juga mendoakan agar pihak yang terlibat dalam pembunuhan enam laksar FPI mendapat hukuman setimpal dari Sang Pencipta.
"Semoga Allah SWT menjadikan mereka sebagai syuhada dan memasukkan ke dalam surga-Nya," tambah HRS.
Adapun atas tuntutan 10 bulan kurungan dari tim jaksa penuntut umum (JPU), HRS meminta agar proses hukum atas dirinya dihentikan.
"Kami meminta dari sanubari yang paling dalam agar dalam mengambil keputusan dengan keyakinan untuk menghentikan proses hukum
yang zalim terhadap saya dan kawan-kawan, demi terpenuhi rasa keadilan sekaligus menyelamatkan tatanan hukum dan sendi keadilan di Tanah Air yang sedang dirongrong oleh kekuatan jahat yang antiagama dan anti-Pancasila serta membahayakan keutuhan Persatuan dan Kesatuan NKRI," ujar HRS.
"Karenanya, kami memohon karena Allah SWT demi tegaknya keadilan agar Majelis Hakim yang mulia memutuskan vonis bebas murni
dibebaskan dari segala tuntutan, dilepaskan dari penjara tanpa syarat
dikembalikan nama baik, martabat dan kehormatan," kata HRS, menambahkan.
HRS mengatakan, seluruh unsur pasal yang didakwakan kepadanya dalam perkara kerumunan Megamendung tidak terpenuhi. Misalnya, Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Menurut HRS, pasal itu juga tidak bisa dan tidak boleh diterapkan untuk kasus kerumunan Maulid Nabi SAW di Petamburan. Karena ia
dan panitia tidak pernah menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, bahkan sudah berusaha keras mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dengan mengimbau peserta Maulid untuk patuhi prokes sebelum maupun saat pelaksanaan Maulid.
Panitia pun, kata HRS, dan sudah menyediakan masker, hand sanitizer, tempat cuci tangan dan bilik disinfektan, serta juga menyiapkan petugas untuk mengatur dan menjaga jarak peserta Maulid. Sehingga unsur tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan tidak terpenuhi.
"Tak satu pun unsur dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan yang terpenuhi, sehingga harus dibatalkan demi hukum, apalagi sudah bayar Denda sebesar Rp 50 juta," tegas HRS.
HRS juga membantah dirinya mengundang masyarakat untuk berkerumun di Megamendung sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM). Hingga saat ini juga tidak ada penyelidikan epidemiologi dan peraturan pemerintah yang menetapkan bahwa kerumunan Megamendung adalah penyebab KKM.
HRS juga menolak bila dirinya dijerat pasal 216 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia mengatakan, ia dan panitia sejak sebelum dan saat serta sesudah pelaksanaan acara Maulid Nabi SAW di Petamburan sangat kooperatif dengan semua pejabat dan petugas. Bahkan, pemerintah ikut menyumbang ribuan masker untuk peserta Maulid dan masker tersebut dibagikan oleh HRS dan Panitia kepada peserta Maulid.
Sehingga, semua unsur Pasal 216 ayat (1) KUHP tersebut, seperti unsur tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat dan unsur mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat sama sekali tidak terpenuhi.
HRS mengutip keterangan ahli teori pidana DR Abdul Choir Ramadhan bahwa Pasal 216 ayat (1) KUHP tidak ada relevansinya dengan penyelengaraan PSBB dan prokes. Karena, tidak ada perbuatan pidana dalam PSBB dan prokes, sehingga penerapan pasal tersebut tidak tepat.
HRS dalam perkara ini menjadi terdakwa dalam kasus kerumunan di Petamburan dengan nomor perkara 221. Sementara lima terdakwa lain untuk kasus serupa, yaitu Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Al Habsyi, dan Maman Suryadi terdaftar di berkas perkara nomor 222.
HRS juga menjadi terdakwa tunggal untuk kasus kerumunan di Megamendung saat acara peletakan batu pertama pembangunan Pondok Pesantren Agrikultural Markaz Syariah pada 13 November 2020 lalu dengan nomor perkara 226.
Dalam persidangan hari ini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Timur Suparman Nyompa sempat menegur HRS lamtaran mengenakan syal Indonesia-Palestina.
"Itu palai atribut Palestina ya. Maksud saya begini, karena kita jaga marwah persidangan, kebetulan ini persidangan di negara, kita bersihkan di peesidangan, jangan dibawa masuk ke dalam. Mungkin bisa diganti, " kata Hakim Suparman. Mendengar teguran Hakim, HRS pun langsung mencopot syal yang melingkar di lehernya.