Jumat 21 May 2021 06:52 WIB

Akun Telegram Dibajak, Direktur KPK: Ada yang Menyerang

Akun Telegram Sujanarko dan Novel Baswedan diretas dalam waktu bersamaan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko (kiri) didampingi penyedik KPK Novel Baswedan (kanan).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko (kiri) didampingi penyedik KPK Novel Baswedan (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, -- AKARTA - Nomor telepon penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, diduga mengalami upaya peretasan dengan secara tiba-tiba membuat akun Telegram. Republika pun menerima notifikasi penyidik senior KPK itu bergabung dalam akun Telegram pada Kamis sekitar pukul 20.20 WIB.

"Info teman-teman itu ada notifikasi nama saya di Telegram. Nomornya nomor saya. Bang Novel juga (tiba-tiba terdaftar di Telegram)," ujar Sujanarko kepada wartawan, Kamis (20/5) malam WIB.

Padahal, kata Sujanarko, dirinya maupun Novel tidak pernah melakukan aktivitas ke akun Telegram. Dia menduga dugaan peretasan tersebut dilatarbelakangi oleh sikap dirinya dan 74 pegawai KPK dalam menentang Surat Keputusan (SK) nomor 652 yang dikeluarkan pimpinan KPK berisi penonaktifan pegawai tak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Sepertinya ada yang mulai menyerang lagi deh. Motifnya tidak tahu deh. Peretasan baru pukul 20.30 WIB ada yang masuk. Nomornya sama," ucap Sujanarko.

Novel Baswedan juga memberikan pernyataan bahwa akun Telegram miliknya telah diretas melalui cuitan di akun Twitter pribadinya @nazaqistsha. Akun milik Novel dan Sujanarko diretas dalam waktu hampir bersamaan.

"Akun Telegram saya dibajak sejak pukul 20.22 WIB hari ini sehingga tidak lagi di bawah kendali saya. Akun Telegram Pak Sujanarko sejak pukul 20.31 WIB juga dibajak sehingga tidak dalam kendali yamg bersangkutan. Bila ada yang dihubungi gunakan akun tersebut, itu bukan kami," tulis Novel.

Pada Senin (17/5), sejumlah aktivis antikorupsi juga mengalami upaya peretasan saat melaksanakan konferensi pers daring bersama delapan mantan pimpinan KPK. Upaya peretasan dialami oleh anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga para mantan pimpinan KPK yang jadi pembicara dalam konferensi pers yang menyikapi upaya pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

Peneliti ICW Wana Alamsyah menyampaikan, upaya peretasan yang dilakukan sepanjang jalannya konferensi pers pada Senin lalu. Setidaknya ada sembilan pola peretasan atau gangguan yang dialami.

Awalnya, peretas menggunakan nama para pembicara untuk masuk ke media Zoom. Kemudian, menggunakan nama para staf ICW untuk masuk ke Zoom. Ketiga, menunjukkan foto dan video porno di dalam ruangan Zoom.

Keempat, mematikan microfon dan video para pembicara. "Kelima, membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali guna menganggu konsentrasinya sebagai moderator acara. Keenam, mengambil alih akun Whatsapp kurang lebih delapan orang staf ICW," kata Wana dalam keterangannya, Selasa (18/5).

Ketujuh, lanjut Wana, beberapa orang yang nomor WhatsApp-nya diretas sempat mendapatkan telepon masuk menggunakan nomor luar negeri (Amerika Serikat) dan juga puluhan kali dari nomor asal provider Telkomsel.

Kedelapan, percobaan mengambil alih akun Telegram dan email beberapa staf ICW. Namun, ungkap Wana, upaya pengambialihan itu gagal. "Sembilan, tautan yang diberikan kepada pembicara Abraham Samad tidak dapat diakses tanpa alasan yang jelas," kata Wana.

Wana mengatakan upaya pembajakan ini bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil. Sebelumnya pada kontroversi proses pemilihan Pimpinan KPK, revisi UU KPK tahun 2019, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi. "Peretasan hari ini bukan hanya dialami oleh ICW saja, anggota LBH Jakarta dan Lokataru pun mengalami hal yang serupa," ungkapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement