Jumat 21 May 2021 17:30 WIB

PAN-PKS Bahas Mahalnya Demokrasi Indonesia

PAN dan PKS dorong pembenahan demokrasi di Indonesia.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bertemu dengan Presiden PKS Ahmad Syaikhu di Kantor DPP PAN, Jakarta, Jumat (21/5).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bertemu dengan Presiden PKS Ahmad Syaikhu di Kantor DPP PAN, Jakarta, Jumat (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali melakukan silaturahim politik ke Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup kedua partai berbasis Islam itu membahas demokrasi Indonesia yang mahal.

"Moral dan nilai-nilai demokrasi kita sudah berubah menjadi demokrasi transaksional. Melahirkan biaya tinggi, partai politik pada cari uang," ujar Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan di Kantor DPP PAN, Jakarta, Jumat (21/5).

Baca Juga

Menurutnya, demokrasi seharusnya melahirkan sebuah harmonisasi dalam membangun Indonesia. Namun yang terjadi justru sebaliknya, ketika saling hina dan fitnah merupakan hal yang lumrah untuk menjatuhkan lawan politiknya.

"Demokrasi kita ini di samping yang sudah ada hasilnya banyak yang perlu kita diskusikan atau kita waspadai," ujar Zulkifli.

Untuk itu, ia mendorong adanya pembenahan dalam demokrasi di Indonesia. Agar nantinya, para pejabat akan fokus dalam kerjanya untuk membawa Indonesia ke arah lebih baik.

"Masih banyak PR yang harus kita selesaikan bersama-sama untuk bangsa ini. Rakyat belum sejahtera, pendidikan dan kebudayaan masih harus diperjuangkan, kecanduan impor jangan terus terjadi," ujar Wakil Ketua MPR itu.

Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsy mengatakan, pertemuan antara kedua partai membahas sejumlah permasalahan. Beberapa di antaranya terkait polemik dunia Islam dan dinamika kebangsaan. "Terdapat kesamaan pandangan antara PKS dan PAN bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, sebagaimana dimaktubkan dalam UUD 1945," ujar Aboe.

Kedua partai, kata Aboe, berkomitmen dalam menghadirkan demokrasi yang bersih. Sebab kedua partai bersepakat untuk merawat demokrasi yang melahirkan reformasi di Indonesia.

"Demokrasi yang transaksional tidak bisa dibiarkan karena akan membuat biaya politik dan mahal. Selain itu akan berdampak pada penguasaan sumberdaya oleh para cukong," ujar Aboe.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement