REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu nama terbaik Allah (al-Asmâ’ al-Husnâ) yang berkaitan dengan kehidupan makhluk-Nya, termasuk manusia, adalah al-Qabidh, Maha Menyempitkan atau tidak meluaskan pemberian-Nya. Al-Qabidh, yang berbentuk ism fâ’il (nomina yang menunjukkan pelaku), termasuk nama Allah yang memiliki antonim (al-Asma’ al-mutaqâbilât), yaitu al-Bâsith, Maha Meluaskan.
Apa esensi dari al-Qabidh? Bagaimana kita memaknai nama dan sifat Allah yang satu ini dengan sikap positif sebagai hamba-Nya?
Al-Qabidhyang berasal dari kata al-qabdhu pada mulanya berarti “keterhimpunan”. Dalam perkembangan semantiknya, al-qabdhu dimaknai sebagai mengambil, menahan, menggenggam, dan mencegah.
Karena itu, salah satu makna al-Qabidh adalah menahan rezeki bagi makhluk-Nya. Dalam hal ini, Allah SwT berfirman “Siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS al-Baqarah[2]: 245)
Allah SwT juga dengan tegas menyatakan yang menahan burung, sehingga tidak jatuh saat terbang karena adanya gaya gravitasi (daya tarik bumi), adalah al-Qabidh, yang Maha Menahan, meskipun kedua sayapnya dikepakkan. “Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih. Sungguh, Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS al-Mulk [67]:19)