REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jurnalis luar negeri yang meliput Olimpiade Tokyo akan dilacak pergerakannya dengan GPS. Para wartawan terancam tidak dapat meliput jika melanggar aturan dengan kelayapan di luar agenda liputan.
Penyelenggara Olimpiade, yang akan dimulai dalam waktu enam pekan, berusaha meyakinkan publik yang skeptis bahwa acara besar itu dapat diadakan dengan aman di bawah aturan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Sekitar 6.000 reporter yang mengunjungi Jepang untuk meliput Olimpiade diharuskan memberikan daftar rinci area yang akan mereka kunjungi selama dua pekan pertama di Jepang, termasuk tempat olahraga dan hotel.
Kepala Penyelenggara Tokyo 2020 Seiko Hashimotomengatakan teknologi pelacakan akan digunakan untuk memastikan mereka hanya pergi ke tempat yang seharusnya. "Untuk memastikan orang-orang tidak pergi ke tempat lain selain tempat mereka terdaftar, kami akan menggunakan GPS untuk mengatur perilaku mereka secara ketat," kata Hashimoto sebelum rapat dewan eksekutif Tokyo 2020, dikutip dari AFP, Selasa (8/6).
Dia menambahkan wartawan akan lebih didorong untuk tinggal di hotel yang telah ditunjuk daripada penginapan pribadi. Hashimoto mengatakan jumlah hotel akan dikurangi, dari yang semula direncanakan 350 menjadi sekitar 150, sebagai upaya menjaga pengunjung tetap berada di bawah pengawasan ketat. Atlet juga akan menghadapi pembatasan ketat pada pergerakan mereka, serta akan melakukan tes Covid-19 setiap hari.
Penonton dari luar negeri telah dilarang menghadiri Olimpiade, dan penyelenggara akan memutuskan pada akhir bulan ini berapa banyak penonton domestik yang dapat menonton pertandingan.
Jepang mencatat jumlah kasus Covid-19 yang lebih kecil dibanding banyak negara lainnya. Namun, hingga saat ini peluncuran vaksinasi relatif lambat, dengan hanya sekitar 3,5 persen populasi yang sudah divaksinasi sejauh ini. Jajak pendapat nasional cenderung menunjukkan sebagian besar responden menentang penyelenggaraan Olimpiade musim panas tersebut, mendukung penundaan atau pembatalan lebih lanjut.