REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film dokumenter Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua siap tayang mulai 15 Juni 2021. Sutradara Alvin Yunata mengarahkan tayangan yang merupakan rangkaian dari program "Distorsi Keras".
Sinema menelusuri sejarah pertunjukan musik rock dan metal di GOR Saparua Bandung. Tempat ikonik itu menjadi saksi sejarah pergerakan komunitas serta pelaku musik rock dan metal sejak 1970-an hingga akhir 1990-an.
Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua merupakan besutan Rich Music dan Hazed Production. Film dipastikan akan tayang di situs Rich Music, Extreme Moshpit, Vidio, Loket, dan Rock Nation.
Menyambut perilisannya, penayangan terbatas di bioskop berlangsung di tiga kota. Penayangan perdana pada 6 Juni di CGV Grand Indonesia, Jakarta, disusul pemutaran di Kota Bandung (7 Juni) dan Kota Medan (8 Juni).
Berdurasi satu jam, Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua dihadirkan untuk mengapresiasi sejarah skena musik rock-metal di Indonesia. Sutradara Alvin Yunata dan tim menghimpun berbagai arsip terkait.
Musisi berbagai generasi dilibatkan menjadi narasumber. Ada Sam (Bimbo), Arian13 (Seringai), Ebenz (Burgerkill), Suar (Pure Saturday), Candil (Seurieus), Fadli Aat (Diskoria), Buluks (Superglad, Kausa), dan banyak lagi lainnya.
Selain kalangan musisi, Alvin juga mewawancarai sejarawan, akademisi, wartawan musik, dan sosok lain di luar Bandung. Proses penggarapannya, termasuk wawancara dengan narasumber, memakan waktu sekitar tiga bulan.
Menurut Alvin, hal paling sulit saat menggarap film adalah penggalian arsip, mengingat tayangan dokumenter harus menyajikan data yang komprehensif. Dokumentasi era 1980-1990 disebut Alvin sangat terbatas.
Dia pun harus memilah informasi dari narasumber dan memasukkan konten yang sesuai untuk tayangan. Meski demikian, Alvin menganggap semua itu sangat berkesan, membuatnya terkenang aneka pengalaman saat jadi penonton di Saparua.
Saat ini, Saparua memang sudah tidak lagi difungsikan menjadi lokasi konser musik. Tim menganggap momentum 20 tahun penutupan Saparua sebagai ruang pertunjukan musik dirasa tepat menghadirkan lagi kisahnya.
"Gedung ini bukan sekadar gedung pertunjukan seni, namun melting pot yang melahirkan ideologi baru. Salah satu kuil rock n roll dalam sejarah scene musik underground di Indonesia," kata Alvin yang juga gitaris dari Teenage Death Star.