Rabu 09 Jun 2021 05:23 WIB

YLBHI: Presiden dan DPR Wajar Dikritik

Asfinawati mengatakan draf RKUHP menunjukkan watak represif politik saat ini.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum YLBHI Asfinawati
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum YLBHI Asfinawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai kritik terhadap Kepala Negara dan lembaga negara merupakan hal wajar. Ia tak sepakat dengan rencana penghidupan pasal penghinaan Presiden dan lembaga negara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Asfinawati mendesak pemerintah dan parlemen menaati prinsip demokrasi. Ia menyayangkan semangat demokrasi yang kian redup dalam pembahasan RKUHP.

Baca Juga

"Presiden, DPR itu memang harus dikritik karena lembaga publik. Kalau enggak boleh dikritik maka namanya bukan demokrasi lagi," kata Asfinawati kepada Republika, Selasa (8/6).

Asfinawati menyinggung secara khusus perubahan yang diklaim dimuat dalam pasal penghinaan presiden terbaru. Menurutnya, delik aduan yang dicantumkan tak tepat karena jabatan presiden bukan mewakili individu.

"Delik aduan lebih baik, meski tetap aneh karena esensinya presiden kan lembaga negara, bukan orang," ujar Asfinawati.

Selain itu, Asfinawati mengkritisi pasal-pasal kontroversial dalam RKUHP. Di antaranya sanksi penjara bagi pelaku prank bila korbannya melapor, tukang gigi tanpa izin praktik, pelaku kumpul kebo, dan pelaku penodaan agama.

"Ini menunjukkan watak represif politik saat ini dan berkehendak mengatur ruang privasi warga," ucap Asfinawati.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, pemerintah berharap RUU KUHP dapat disahkan menjadi UU pada 2021. Tujuannya demi kepastian hukum bagi masyarakat.

"Sebab, kalau tidak disahkan maka pertanyaannya mau sampai kapan kita hidup dengan ketidakpastian hukum dengan berbagai terjemahan KUHP," kata Edward, dalam sebuah diskusi, Kamis (27/5). 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement