REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dan Sosial, Djuni Thamrin mengimbau agar semua pihak termasuk kelompok atau perorangan yang merasa dirugikan lebih melihat kepentingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depan. Menurutnya, publik bersama-sama menjaga independensi KPK.
"Masih banyak generasi anak bangsa yang bisa membuat KPK lebih baik ke depan, lebih menjawab pertanyaan masyarakat tentang pemberantasan korupsi di negeri tercinta ini," katanya dalam keterangan, Rabu (9/6).
Hal tersebut dia sampaikan berkenaan dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan kepada pegawai KPK sebagai persyaratan alih status menjadi Aparatur Sipil Negeri (ASN). Dia mengatakan, proses tersebut lumrah terjadi pada setiap instansi yang sedang mengubah status sehingga perlu dinilai secara institusional.
"Persoalan ada yang tidak puas, tentu itu juga bagian dari konsekuensi yang tidak bisa dihindari," katanya.
Dia berpendapat, tidak boleh merasa ada yang lebih hebat dan merasa lebih berjasa. Menurutnya, yang perlu ditegaskan adalah KPK sebagai institusi atau lembaga yang keputusannya diambil secara kolektif kolegial.
"Biar waktu yang akan menilai apakah KPK akan mengalami kemunduran atau justru sebaliknya," katanya.
Seperti diketahui, TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus semenetara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi ASN.