Kamis 10 Jun 2021 08:26 WIB

Inggris Tarik Buku Pelajaran Sejarah karena Pro-Israel

Buku itu dinilai gagal memberi siswa pandangan seimbang tentang konflik Palestina.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Inggris Tarik Buku Pelajaran Sejarah karena Pro-Israel. Murid sekolah di Inggris.
Foto: EPA
Inggris Tarik Buku Pelajaran Sejarah karena Pro-Israel. Murid sekolah di Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dewan pemeriksa di Inggris menarik kembali buku-buku pelajaran yang membahas masalah Israel dan Palestina yang tengah berlangsung setelah adanya tuduhan konten di dalam buku menguntungkan Israel. Akibat penarikan buku pelajaran tersebut, kekhawatiran meningkat di sekolah Inggris pada kemampuan sekolah untuk secara akurat mengajar siswa tentang konflik yang tengah berlangsung antara Israel dan Palestina.

Satu set buku sejarah yang diterbitkan oleh Pearson ditarik setelah revisi kedua dituduh oleh para akademisi menyajikan pandangan bias yang menguntungkan Israel. Kritikan muncul setelah dilakukan suntingan panjang yang dibuat atas arahan beberapa organisasi Yahudi, Dewan Deputi Yahudi Inggris, dan pengacara Inggris untuk Israel.

Baca Juga

Laporan para profesor dari British Committee for the Universities of Palestine (Bricup) menemukan ada 294 perubahan dilakukan pada dua buku teks, yang sebagian besar mendukung Israel. Menyusul laporan tersebut, Pearson menarik buku teks tersebut untuk ditinjau. Buku-buku teks Edexcel yang dimaksud adalah Conflict in the Middle East 1945-1995 for GCSE yang diterbitkan pada 2016 dan The Middle East: Conflict, Crisis and Change 1917-2012 yang diterbitkan pada 2017.

Dua peneliti dan guru Timur Tengah, khususnya konflik Israel-Palestina, John Chalcraft dan James Dickins, melakukan perbandingan baris demi baris dari versi aslinya dan menemukan revisi tersebut sangat pro-Israel. Salah satu contoh perubahan yang membuat perbedaan substansial pada pembingkaian Israel-Palestina adalah deskripsi pembantaian Deir Yassin.

Dalam buku teks asli, pembantaian pasukan Israel yang menewaskan sedikitnya 107 warga sipil Palestina digambarkan sebagai salah satu kekejaman terburuk perang. Namun, dalam teks revisi baru, kata "kekejaman (atrocities)" diubah menjadi "tindakan (act)".

Dalam contoh lain, sebuah foto dengan judul "Anak-anak Menyeberangi Limbah Meluap di Kamp Pengungsi Jabalya di Gaza" diubah dengan menghilangkan kata "limbah". Dengan demikian, menurut laporan itu, revisi teks tersebut mencegah siswa mendapatkan informasi tentang fakta penting kehidupan warga Palestina di Gaza dan membuat foto tersebut sangat sulit ditafsirkan.

Selain itu, rujukan pada kekerasan dan agresi Yahudi dan/atau Israel telah dihilangkan atau diperlunak. Sementara, rujukan pada kekerasan atau agresi Arab dan/atau Palestina telah ditambahkan atau diintensifkan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement