REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui biaya sewa pesawat yang selama ini sudah dikontrak terlalu mahal dibandingkan maskapai lainnya. Untuk itu, saat ini Garuda Indonesia masih terus menegosiasikan dengan lessor.
"Semua kemahalan, itu yang kami negosiasikan tahun lalu dan sudah turun 30 persen. Ini yang kemudian renegosiasi lagi (tahun ini)," kata Irfan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Senin (20/6).
Irfan menjelaskan, saat ini Garuda Indonesia masih memiliki kewajiban untuk membayar biaya sewa pesawat hingga 700 juta dolar AS. Belum lagi untuk biaya sewa pesawat ke depannya.
Dia mengakui, biaya sewa pesawat khusus Garuda Indonesia ada benchmarking tersendiri. "Seperti misalnya untuk Boeing 777 sewanya itu dua kali lipat dibandingkan harga standar industri," ujar Irfan.
Irfan mengatakan, pesawat Garuda Indonesia memang memiliki spesifikasi lebih dari standar. Meskipun begitu, Irfan tidak memilih untuk meributkan hal tersebut.
Meskipun tahun lalu sudah berhasil menegosiasikan biaya sewa pesawat turun 30 persen, tapi menurutnya hal tersebut belum cukup untuk saat ini. "Apalagi kewajiban kemarin sampai hari ini tidak dibayarkan" kata Irfan.
Dengan turunnya biaya sewa pesawat hingga 30 persen tersebut, Garuda Indonesia perlu membayar 11 juta dolar AS per bulan. Sebelum negosiasi, Garuda harus membayar 76 juta dolar AS per bulan.
Irfan mengatakan, penurunan biaya sewa pesawat sebesar 30 persen hampir mendekati harga standar biaya sewa pesawat. Meskipun begitu, dia menegaskan untuk saat ini arah upaya manajemen berbeda.
"Isunya sekarang bukan turun berapa persen lagi tapi bagaimana itu tidak menjadi fix. Berapapun angkanya rendah kalau tidak ditebangin akan menjadi mahal. Ini menjadi pemahaman bersama para lessor," kata Irfan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung meminta Garuda Indonesia dapat mempercepat negosiasi tersebut. Martin memastikan jika memang biaya sewa pesawat terlalu mahal maka Komisi VI DPR siap mendukung jika perlu dilakukan audit investigasi.
"Penegakan hukum saja, Pak. Mereka (lessor) juga takut berurusan dengan hukum kalau memang benar ada ketidakwajaran biaya sewa pesawat," ungkap Martin.