REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan, NU telah menerbitkan pedoman ibadah Idul Adha. Pedoman tersebut masih sama dengan pedoman Idul Adha yang diterbitkan di tahun 2020.
"Sudah diterbitkan, pedoman itu sama dengan yang diterbitkan tahun lalu," kata KH Marsudi Syuhud saat dihubungi, Kamis (24/6).
KH Marsudi memastikan, sebagai umat Islam dalam menghadapi masalah kehidupan apapun itu sudah ada bimbingannya dan tuntunannya, termasuk dalam menghadapi wabah Covid-19. Saat ini umat Islam tinggal menjalankannya.
"Itu sudah ada bimbingannya maka mestinya umat Islam lebih nyaman dan lebih mudah menghadapinya," ujarnya.
Kenapa demikian, karena kata KH Marsudi wabah semacam ini sudah terjadi dari sejak zaman Rasulullah dan tentunya ketika itu juga ada protokolnya untuk mengendalikan wabah menyebar di zaman Rasulullah. Protokolnya itu adalah waspada terhadap wabah yang ada di dalam dan di luar.
"Ketika menghadapi wabah Rasulullah menyampaikan begini. 'Waspadalah, larilah anda dari wabah seperti waspada nya anda terhadap singa," katanya.
Artinya, singa, kata KH Marsudi, walaupun kelihatan nurut, manut, tetap kita harus waspada. Karena setiap saat singa itu bisa menerkam atau memangsa kita dan begitu juga dengan wabah Covid-19 semua bisa terjangkit.
"Yaitu wabah seperti itu kita harus waspada," katanya.
KH Marsudi memastikan, sebagai umat Islam menjaga jiwa itu harus lebih diutamakan. Karena kalau jiwanya sudah terancam ibadah yang lainnya sudah pasti terancam.
"Bahwa hifdun nafas adhomu nima maqosidin syar'i ah (menjaga jiwa adalah tujuan syariah yang paling utama)," tegas Kh Marsudi.
Jadi kata KH Marsudi menjaga jiwa itu menjadi tujuan utama syariah itu yang terpenting. Karena ketika terjadi wabah Rasulullah, bersabda:
"Jika Anda mendengarkan wabah di suatu daerah tempat, maka jangan memasuki daerah itu, kalau ternyata waktu dan ketika anda di daerah wabah itu maka janganlah keluar dari daerah yang kena wabah itu."
"Ini kan protokol, hukum tetapnya, hukum sahabatnya, namanya hukum dari Tuhan, kemudian dibumikan jadi aturan, nah itu yang disebut Al jam'u baina Sabat wa nidham," katanyam
Maka dari itu kata dia, hukum sabat itu harus dibumikan menjadi 'Nidham Al-Jamu Baina Sabat Wa Nidham' menyatukan antara hukum Tuhan dengan aturan yang dibuat manusia. Aturannya ini bisa berupa Perpres, Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah atau peraturan-peraturan lain.
"Dari hukum yang tetap kemudian jadi aturan. Maka proces itu salah satu nidham yang berangkatnya dari hukum tetap tadi, maka melaksanakan aturan protokol kesehatan (prokes) peraturan pemerintah tentang menghadapi Covid-19 itu sudah sama dengan melaksanakan ajaran agama," katanya.
Maka dari itu prokes harus memakai masker, sosial distancing , meningkatkan imunitas harus dijalankan. Ketika kita berada di zona merah melarang masuk yang dari luar, dan jangan keluar yang sudah di zona merah.
"Nah hukum sabat ini bisa berubah, artinya hukum yang tetap bisa berubah. Perubahannya ini bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, satu masa ke masa yang lain. Itu namanya hukum bisa berubah karena kondisi, waktu dan tempat," katanya.
Untuk itu ketika kita berada pada kondisi zona merah, maka protokol kesehatan harus tetap dijalankan. Prokes tetap dijalankan sesuai kondisi dengan tanda zona hijau atau kunig yang semua itu dijaga demi keselamatan jiwa.
"Pelaksanaannya bisa beda-beda karena tujuannya untuk menjaga jiwa lebih utama daripada lainnya. Jadi keadaan atau waktu tempat bisa berbeda-beda maka prokes pun bisa berbeda-beda antara zona mereh, hijau dan kuning," katanya.
KH Marsudi meminta semua masyarakat terutama umat Islam mau mengikuti apa yang telah ditentukan pemerintah terkait Covid-19. Karena taat terhadap aturan pemerintah dalam hal Covid-19 itu sama halnya dengan menjalankan perintah agama.
"Nah ketika demikian ikutin saja yang tahu itu zona hijau zona merah kuning itu pemerintah maka ikut saja pemerintah.Ikuti perintah tentang pananganan Covid-19 sudah sama dengan mengikuti agama," katanya.