REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akan menindak tegas oknum pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) 'nakal'. Pendamping PKH yang 'nakal' ia maksud adalah oknum yang berani mengambil hak Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Saya telah berkomunikasi dengan Bareskrim Polri supaya cepat menangani oknum pendamping PKH dan laporannya sudah 1 pekan lalu,” ujar Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam keterangan pers, Rabu (30/6).
Jika terbukti, kata Mensos, oknum pendamping PKH itu bisa dipidana karena telah merugikan para KPM yang seharusnya menerima bantuan sosial (bansos). “Kami pasti akan berhentikan dari tugas sebagai pendamping PKH. Untuk soal proses hukumnya silakan tanya ke Polres Malang saja ya,” ujar Mensos.
Terdapat 32 kartu yang tidak diserahkan kepada KPM PKH dengan nominal yang beragam ada yang Rp 3 juta per tahun dan penyelewengan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2017 lalu.
“Untuk penyaluran bulan Juni ini, kita mengejar KPM PKH agar jangan sampai terlambat karena kalau terlambat harus menunggu tiga bulan lagi,” katanya.
Mensos menandaskan, di daerah lain pun ada oknum seperti ini. Namun, Kementerian Sosial (Kemensos) dipastikan akan memproses pelanggaran tersebut.
“Kami telah bekerja sama selain dengan Bareskrim Polri, juga melibatkan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut dan menindaknya,” terang Mensos.
Kemensos memastikan bantuan PKH tidak dalam bentuk barang, melainkan uang tunai yang diterima oleh setiap KPM yang berhak menerimanya. “Bansos PKH dalam bentuk uang tunai dan bukan barang. Jadi, kalau ada bantuan dalam bentuk barang jelas itu bukan dari kami,” katanya.
Sebelumnya, seorang pendamping PKH berinisial “P” yang direkrut pada tahun 2016 dengan wilayah tugas di Kabupaten Malang telah melakukan penyelewengan terhadap bantuan untuk KPM.
Dia memanipulasi 32 data KPM PKH yang dilakukan saat validasi data tahun 2017, sehingga ke-32 KPM tersebut tidak mengetahui mereka merupakan peserta PKH. Sejak tahun 2017 hingga awal tahun 2021 KKS disimpan dan setiap tahap penyaluran ditarik oleh P dan dananya digunakan untuk kepentingan pribadi.
Untuk menghilangkan jejak penyimpangan dan barang bukti, P pun membakar 32 KKS yang dikuasainya dengan nilai kerugian berkisar ratusan juta rupiah.