Kamis 01 Jul 2021 14:53 WIB

Epidemiolog: Puncak Lonjakan Kasus Covid-19 Belum Terlihat

Lonjakan kasus Covid-19 diprediksi akan terus mengalami peningkatan signifikan. 

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Pasien Covid-19 menggunakan alat bantu pernapasan saat dievakuasi ke Ruang Isolasi Khusus (RIK) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pasien Covid-19 menggunakan alat bantu pernapasan saat dievakuasi ke Ruang Isolasi Khusus (RIK) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Epidemiolog Universitas Padjajaran (Unpad) Irfan Afriandi mengungkapkan, puncak lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia khususnya di Kota Bandung belum terlihat. Kebijakan super ketat diperlukan dan harus dilakukan oleh pemerintah untuk menekan angka kasus positif aktif Covid-19.

"Yang perlu mendapatkan perhatian dari perkembangan yang ada terjadi satu lonjakan kecuramannya melebihi curam dibanding lonjakan yang terjadi Januari lalu. Curam itu cepat. Puncaknya belum kelihatan sampai mana yang jelas sudah melebihi puncak yang terjadi awal Januari ini," ujarnya saat acara Bandung Menjawab secara online kepada wartawan, Kamis (1/7).

Dia menuturkan, lonjakan kasus Covid-19 diprediksi akan terus mengalami peningkatan signifikan. Beberapa variabel ditengarai mempengaruhi terhadap lonjakan kasus tersebut salah satu diantaranya yaitu varian baru Delta.

"Kita tidak bisa menuding pada satu aspek di antaranya yang diduga merebak varian baru yang sesungguhnya muncul varian ini kita tahu lebih awal ketika muncul di tempat lain," katanya.

Irfan menuturkan, apabila sistem pertahanan di pintu masuk wilayah Indonesia baik maka varian baru tersebut seharusnya tidak dapat masuk. Dia menilai, bahwa terdapat kelemahan pada wilayah pintu masuk Indonesia yang menyebabkan penyebaran varian baru menjadi banyak.

Saat ini, pencegahan yang paling ampuh dilakukan yaitu lockdown, sebab tidak terjadi interaksi antara masyarakat. Dalam kondisi darurat, maka intervensi yang harus dilakukan pemerintah pula adalah darurat.

"Dalam pemikiran saya yang harus diambil langkah PPKM rasa lockdown betul-betul di offkan semuanya karena pola (penyebaran) ini jauh lebih dahsyat dari Januari lalu," katanya.

Irfan menyebut, jika dua pekan untuk melakukan lockdown bisa dilakukan maka diharapkan orang yang terpapar dapat sembuh dan yang fatal disertai komorbid dapat tertangani. Sebab, tidak terjadi interaksi dan tidak terjadi penyebaran virus Corona.

"Kalau off manfaatnya terlihat sebulan akan datang akan terjadi pelandaian. Kalau itu bisa dirawat sebulan berikutnya akan makin turun karena interaksi tidak terjadi," katanya. 

Dia menegaskan, saat kebijakan lockdown dilakukan tidak otomatis kasus langsung turun. Namun, melandai secara perlahan.

"Kuncinya pada implementasi kita seringkali bermasalah, kebijakan bagus implementasi di lapangan repot. Kita ada PPKM lalu ada penyekatan terjadi tapi interaksi tetap terjadi," katanya.  Dia mengatakan, lockdown harus dilakukan secara masif dan merata di seluruh wilayah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement