REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Kementerian Keuangan bakal memberlakukan tax amnesty atau pengampunan pajak jilid II melalui usulan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP). Anggota Komisi XI DPR M Sarmuji mengaku tax amnesty jilid II sudah diajukan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan sedang dibahas dengan DPR.
Pada pembahasan pemerintah dan Komisi XI DPR, Senin (28/6) lalu, Menkeu mengeklaim tax amnesty pada 2016-2017 paling sukses dibandingkan yang telah dilakukan negara lain di dunia. Total deklarasi harta saat itu mencapai Rp 4.884 triliun atau 39,3 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Tax amnesty juga diklaim mampu mendorong tingkat kepatuhan pajak di masyarakat.
Alasan inilah yang digunakan Menkeu untuk kembali mengusulkan tax amnesty jilid II. Anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi XI ini mengaku memahami sistem perpajakan di Indonesia belum mampu mendukung keberlanjutan pembangunan jangka menengah dan panjang. Hal ini dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir. Belanja negara terus meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Namun penerimaan perpajakan belum optimal untuk mendukung pendanaan negara tersebut.
Ia mengaku, rasio pajak di Indonesia saat ini masih rendah. Bahkan, menurut data yang diterima Sarmuji, beberapa tahun terakhir rasio pajak hanya di kisaran 10 persen ke bawah. Hal ini menyebabkan defisit anggaran meningkat. “Terlebih dalam masa pandemi Covid-19, yang masih membutuhkan dana lebih untuk menangani masalah kesehatan dan program pemulihan ekonomi. Kita membutuhkan terobosan peningkatan pendapatan untuk menekan pertambahan utang dengan cara yang tidak memberatkan,” kata Sarmuji, dalam keterangan yang diterima, Senin (5/7).
Ia juga mengingatkan, hal ini juga perlu guna memenuhi ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2020 agar defisit APBN dikembalikan pada level di bawah 3 persen dari PDB. Menurut Sarmuji, tax amnesty yang kembali diajukan Menteri Keuangan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan pajak negara.
Selain itu, revisi UU KUP juga akan membahas sejumlah tarif pajak seperti PPN, Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM). “Kita memahami usulan pemerintah melalui RUU KUP adalah meletakkan fondasi sistem perpajakan yang lebih sehat, lebih adil, dan berkesinambungan dengan beberapa pilar, yakni penguatan administrasi perpajakan, program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (WP), upaya perluasan basis pajak, dan menjadikan perpajakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di masyarakat. Kita membutuhkan peningkatan basis pajak tanpa memberatkan kalangan masyarakat kecil,” tegas Sarmuji.
Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Timur ini menyambut baik jika tax amnesty dapat mendorong kepatuhan wajib pajak. Apalagi, setelah adanya tax amnesty, terjadi peningkatan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, dengan rasio kepatuhan WP peserta tax amnesty lebih tinggi dibandingkan rasio kepatuhan nasional.
Penyampaian SPT Tahunan oleh peserta tax amnesty mencapai 91 persen, sementara kepatuhan nasional di rentang 62 persen hingga 75 persen. PPh Tahunan OP peserta tax amnesty juga melonjak signifikan dari 23,3 persen pada tahun 2016 menjadi 132,5 persen di tahun 2017. Kemudian melonjak lagi sebesar 35,4 persen pada tahun 2018.