Selasa 06 Jul 2021 14:12 WIB

Polisi Hong Kong Tangkap Perencana Kegiatan Teroris

Polisi Hong Kong mengatakan mereka yang ditangkap berusia 15-39 tahun

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Polisi Hong Kong. Ilustrasi.
Foto: AP / Vincent Yu
Polisi Hong Kong. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong mengatakan telah menangkap sembilan orang, termasuk enam siswa sekolah menengah, karena dicurigai melakukan kegiatan teroris, Selasa (6/7). Mereka semua terkena undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing di pusat keuangan itu.

Polisi mengatakan mereka yang ditangkap berusia 15-39 tahun dan termasuk seorang karyawan tingkat manajemen universitas, seorang guru sekolah menengah, dan seorang pengangguran. Petugas juga membekukan dana bank sekitar 600.000 dolar HK serta uang tunai yang diyakini terkait dengan dugaan kegiatan teroris.

Baca Juga

"Mereka memiliki pembagian kerja yang baik di antara mereka yang ditangkap. Beberapa dari mereka memberikan uang. Beberapa adalah ilmuwan yang membuat TATP di ruangan itu," kata Inspektur Senior Steve Li.

Pasukan keamanan menyita triacetone triperoxide (TATP) di kamar asrama  yang digambarkan sebagai laboratorium untuk peralatan pembuat bom. Polisi mengatakan kelompok yang disebut Returning Valiant telah menyewa kamar di asrama di distrik perbelanjaan Tsim Sha Tsui yang ramai selama sekitar satu bulan.

Bom itu diklaim akan ditempatkan di terowongan lintas pelabuhan, rel kereta api, ruang pengadilan, dan tempat sampah. TATP telah digunakan dalam serangan oleh ekstremis di Israel dan London.

"Satu bertanggung jawab atas pengadaan bahan kimia dan bahan lain yang dibutuhkan untuk rencana tersebut, sementara sekelompok kecil orang lainnya membuat bom, menggunakan peralatan kimia. Ada juga tim survei dan tim aksi, yang bertanggung jawab untuk meletakkan bom," ujar Steven.

Li menyatakan anggota kelompok itu sengaja merekrut siswa sekolah menengah yang berencana meninggalkan Hong Kong untuk selamanya.

Beijing memberlakukan undang-undang keamanan di Hong Kong tahun lalu, menghukum individu atau kelompok yang dianggapnya sebagai subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing. Pihak berwenang telah berulang kali mengatakan aturan baru itu telah memulihkan stabilitas.

Para kritikus undang-undang tersebut, termasuk pemerintah Barat, pengacara, dan kelompok hak asasi manusia internasional, mengatakan pihak berwenang menggunakannya untuk menghancurkan perbedaan pendapat di bekas jajahan Inggris, sebuah pernyataan yang ditolak Beijing. Pemerintah Hong Kong telah mengatakan bahwa kebebasan di pusat keuangan global dihormati tetapi tidak mutlak dan tidak dapat membahayakan hukum keamanan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement