Selasa 13 Jul 2021 05:22 WIB

MRP Dorong Konflik Pilkada Yalimo Diselesaikan Secara Adat 

Persoalan di Yalimo tak hanya bisa diselesaikan dengan pendekatan hukum positif.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mendorong agar konflik pilkada di Yalimo diselesaikan secara adat. Pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Erdi Darbi-John W Wilil dan paslon nomor urut 2 Lakius Peyon-Nahum Mabel yang sama-sama orang asli Papua harus duduk bersama berdiskusi. (Ilustrasi Pemungutan Suara Ulang)
Foto: republika/kunia
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mendorong agar konflik pilkada di Yalimo diselesaikan secara adat. Pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Erdi Darbi-John W Wilil dan paslon nomor urut 2 Lakius Peyon-Nahum Mabel yang sama-sama orang asli Papua harus duduk bersama berdiskusi. (Ilustrasi Pemungutan Suara Ulang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mendorong agar konflik pilkada di Yalimo diselesaikan secara adat. Pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Erdi Darbi-John W Wilil dan paslon nomor urut 2 Lakius Peyon-Nahum Mabel yang sama-sama orang asli Papua harus duduk bersama berdiskusi. 

"MRP sebagai lembaga kultur kami sebenarnya lebih ke penyelesaian secara adat," ujar Timotius saat dihubungi Republika, Senin (12/7). 

Baca Juga

Dia mengatakan, persoalan di Yalimo sebagai buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mendiskualifikasi paslon nomor urut 1 dan memerintahkan pelaksanaan PSU, tak hanya bisa diselesaikan dengan pendekatan hukum positif. Apalagi, paslon nomor urut 1 dan pendukungnya menganggap sudah memenangkan pilkada saat pemungutan pertama dan PSU pertama. 

Menurut Timotius, kedua kubu harus damai agar putusan MK bisa dilaksanakan. Kemudian, paslon bisa memberikan pemahaman kepada pendukungnya agar menghormati pemenang pilkada berdasarkan hasil PSU kedua tanpa diikuti Erdi Darbi. 

Bupati dan wakil bupati terpilih pun harus bisa merangkul semua pihak sebagai warga Yalimo tanpa membedakan barisan pendukung. Dengan demikian, pelayanan publik di Yalimo, Papua, dapat dinikmati bagi seluruh masyarakat. 

Timotius mendorong agar Gubernur Papua dan jajaran Forkopimda provinsi seperti Kapolda ikut turun tangan memfasilitasi penyelesaian secara adat. Jangan hanya berbicara politik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. 

"Supaya mereka damai terus lakukan putusan MK," kata Timotius. 

Setelah sidang pengucapan putusan perselisihan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Yalimo pada 29 Juni lalu, massa yang diduga pendukung paslon nomor urut 1 membakar kantor KPU dan Bawaslu Yalimo serta sejumlah gedung pemerintahan dan fasilitas publik. Akibatnya, ribuan warga terpaksa mengungsi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement