Sabtu 17 Jul 2021 06:47 WIB

Hoaks Tersebar Luas dalam Protes Terbesar Kuba

Masuknya internet ke gawai menjadi faktor kunci protes di Kuba.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Berita palsu atau hoaks menyelimuti aksi protes di Kuba.
Foto: EPA-EFE/Jeffrey Arguedas
Berita palsu atau hoaks menyelimuti aksi protes di Kuba.

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Laporan berita palsu atau hoaks menyebar dengan cepat menyusul protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kuba pada pekan lalu. Salah satu berita palsu menyatakan Raul Castro telah melarikan diri ke Venezuela, pengunjuk rasa telah menculik seorang ketua Partai Komunis provinsi, dan Caracas mengirim pasukan.

Pengenalan internet seluler lebih dari dua tahun yang lalu dan perkembangan media sosial dan outlet berita independen di Kuba telah menjadi faktor kunci di balik protes. Alat-alat ini telah memberikan Kuba platform untuk berbagi dan memperkuat rasa frustrasi.

Baca Juga

Banyak orang Kuba mengetahui protes akhir pekan lalu melalui aplikasi perpesanan seperti WhatsApp atau di Facebook. Namun pemerintah Kuba, yang telah lama memonopoli media massa, memperingatkan warganya agar tidak mempercayai berita dan gambar yang dibagikan di media sosial yang mungkin telah dimanipulasi.

Unggahan yang dibagikan ribuan kali dalam beberapa hari terakhir disalahartikan sebagai protes Kuba. Beberapa termasuk foto yang menunjukkan kerumunan besar selama pawai Hari Buruh 2018 di Kuba atau protes di Mesir pada 2011.

Menteri Luar Negeri Bruno Rodriguez menuduh platform media sosial umumnya hanya meluncurkan penyelidikan terhadap dugaan berita palsu ketika itu merugikan yang berkuasa. "Sudah diketahui monopoli mana yang beroperasi di ruang digital ... bagaimana mereka bekerja, di negara mana mereka bermarkas ... dan berapa banyak politik yang berlangsung," katanya.

Pemerintah Kuba mengatakan cerita, yang menyebar di media sosial dan aplikasi perpesanan adalah bagian dari upaya yang lebih luas yang didukung Amerika Serikat (AS) oleh kontra-revolusioner untuk mengacaukan negara. "Apa fitnah, apa kebohongan," kata Presiden Miguel Diaz-Canel beberapa hari setelah kerusuhan pada 11 Juli.

Diaz-Canel memaparkan beberapa berita palsu di meja bundar yang disiarkan televisi. "Cara mereka menggunakan media sosial beracun dan mengasingkan. Ini adalah ekspresi terorisme media," katanya.

Kritikus pemerintah mengatakan pihak berwenang dapat menanamkan cerita ke dunia maya yang luas dengan informasi yang salah. Mereka bisa menabur kebingungan sehingga tidak ada yang mempercayai berita kerusuhan di masa depan.

"Seringkali pihak keamanan negara meluncurkan desas-desus semacam ini untuk kemudian ... mengatakan bahwa itu adalah kampanye yang diarahkan asing untuk memanipulasi orang Kuba sehingga orang berhenti mempercayai informasi yang beredar di luar kendali pemerintah," tulis ahli komunikasi yang berbasis di Meksiko Jose Raul Gallego di Facebook.

Twitter belum melaporkan penghapusan upaya terkoordinasi untuk mempengaruhi peristiwa di sekitar protes Kuba dengan informasi yang salah. Investigasi sedang berlangsung. "Kami akan terus memantau situasi dan tetap waspada," ujar perusahaan itu. Sedangkan Facebook tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Editor situs berita independen 14ymedio, Reinaldo Escobar, mengatakan bahwa terlepas dari siapa yang menerbitkan berita palsu dan dengan motivasi apa, banyak orang Kuba sekarang memiliki pengalaman langsung berpartisipasi atau mengamati demonstrasi spontan yang asli. "Keluar dari ketakutan besar-besaran ini akan memiliki konsekuensi," katanya.

Baik pemerintah dan beberapa pengkritiknya yang paling menonjol mendesak warga Kuba untuk berhati-hati agar tidak membagikan informasi yang tidak terverifikasi. Beberapa cerita diperkuat oleh orang-orang Kuba di luar negeri yang bersorak atas protes tersebut.

Proliferasi video dan konten yang dibuat atau menyesatkan di media sosial telah menjadi ciri umum protes sosial di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir, seperti di Cile, Bolivia, AS, dan Prancis. Ribuan orang turun ke jalan-jalan di kota-kota di sekitar Kuba pada pekan lalu untuk memprotes pemadaman listrik, lonjakan Covid-19, kelangkaan barang-barang pokok yang meluas, dan sistem satu partai.

Protes yang terbesar dalam beberapa dekade di Kuba mereda minggu ini ketika pasukan keamanan dikerahkan dan pendukung pemerintah dimobilisasi. Laporan awal protes juga diikuti dengan cepat oleh pemadaman internet dan pembatasan media sosial dan platform pengiriman pesan. Layanan perlahan kembali normal pada Jumat (16/7), dilansir dari Reuters, Sabtu (17/7).  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement