REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bioskop kembali ditutup seiring dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM) Darurat. Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah untuk pengelola bioskop terkait kondisi itu.
Ketua Umum DPP GPBSI Djonny Syafruddin menyampaikan, sejak awal pandemi para pengelola bioskop selalu taat pada setiap peraturan dan kebijakan pemerintah. Baik yang dikeluarkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah kota, maupun pemerintah kabupaten.
Dimulai ketika bioskop tutup pada Maret 2020, buka kembali, kemudian harus ditutup lagi. Sepanjang situasi tersebut, bioskop tidak memunculkan kluster baru bagi penyebaran Covid-19, karena bioskop menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan telah dilakukan uji laboratorium.
"Penutupan bioskop dilakukan oleh semua bioskop anggota GPBSI sebagai upaya membantu program pemerintah untuk menekan jumlah penyebaran, serta memutus mata rantai penyebaran Covid-19," ujar Djonny dalam pernyataan resminya yang diterima republika.co.id, Ahad (18/7).
Jaringan bioskop CGV telah menghentikan sementara kegiatan operasionalnya mulai 12 Juli 2021, disusul bioskop Cinepolis yang menutup sementara bioskopnya di 63 lokasi di seluruh Indonesia. Cinema XXI menutup sementara seluruh bioskopnya sejak 16 Juli 2021.
Demikian juga yang dilakukan bioskop-bioskop independen anggota GPBSI, seperti Flix Cinema, New Star Cineplex, Dakota Cinema, Bioskop Golden, Bioskop E-Plaza, Bioskop Gajah Mada, Bioskop Surya Yudha Cinema, Bioskop Rajawali, Bioskop BES Cinema, dan lainnya. Semua menutup kegiatan operasional sampai berakhirnya PPKM Darurat.
Para pengelola bioskop berusaha merencanakan ulang jadwal film yang akan tayang setelah masa PPKM Darurat berakhir. Terlepas dari itu, Djonny berharap di beberapa daerah yang tidak ada aturan penutupan bioskop, akan dapat membuka kembali bioskopnya tanpa harus mengajukan izin lagi saat kondisi memungkinkan.
GPBSI juga mengharapkan adanya perhatian pemerintah, mengingat besarnya kerugian yang dialami oleh bioskop sejak penutupan pada Maret 2020 lalu. Pasalnya, walaupun bioskop tutup, pemeliharaan dan perawatan perangkat harus rutin dilakukan.
Lebih lanjut, Djonny mengharapkan adanya perhatian dan bantuan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro bioskop, sebab selama ini belum ada bantuan pemerintah terhadap usaha bioskop. Perhatian yang diharapkan seperti bantuan/insentif, terutama untuk keringanan biaya listrik.
Komponen itu menjadi salah satu biaya terbesar dalam bisnis bioskop, selain biaya gaji karyawan. Untuk menghindari adanya PHK karyawan, pemerintah diharapkan dapat membantu dalam bentuk keringanan tarif listrik (rata-rata bioskop dikenakan tarif B3).
Selanjutnya, dukungan berupa keringanan dari sisi pajak, terutama pengenaan tarif pajak hiburan yang rata di seluruh daerah. Hal itu diyakini akan sangat membantu bioskop pada saat pemulihan usaha. Ketiga, dukungan berupa insentif untuk karyawan bioskop.
Selama bioskop tutup, sebagian besar karyawan diliburkan dan hanya mendapat upah 50 persen dari yang biasanya diterima. Bahkan, ada yang tidak mendapat upah selama bioskop tidak beroperasi, mengingat beban operasional yang berat bagi pengusaha bioskop.
Mereka adalah karyawan bioskop dan kafe bioskop yang berjumlah sekitar 10.175 orang di seluruh Indonesia, yang rata-rata menerima upah minimum sesuai wilayah masing-masing. Terakhir, GPBSI mengharapkan perlunya kejelasan keputusan terkait penutupan bioskop atau pembukaan kembali usaha bioskop secara serentak, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
"Semoga pemerintah memberikan perhatian kepada usaha bioskop, karena bioskop sebagai hilir industri perfilman telah banyak memberikan kontribusi positif dalam mendukung tumbuh kembangnya perfilman nasional, serta dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak hiburan," kata Djonny.