Kamis 22 Jul 2021 19:03 WIB

Soal Statuta UI, Pengamat: Ini Keserakahan dan Otoriterisme

Ini aturan dibuat dan dikondisikan untuk mengamankan seseorang.

Universitas Indonesia (UI)
Foto: Humas UI
Universitas Indonesia (UI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menanggapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI). Menurutnya, hal tersebut merupakan kolaborasi antara keserakahan dan otoriterisme. 

"Ini tragedi memalukan yang telah dipertontonkan oleh pemerintah kepada mahasiswa dan rakyat. Disatu sisi ada pihak yang serakah dan disisi lain ada yang seenaknya buat aturan. Mestinya orang atau rektor yang menyesuaikan dan mengikuti serta taat aturan. Ini aturan dibuat dan dikondisikan untuk mengamankan seseorang," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (22/7).

Dia mengatakan, ada pepatah yang berkata buruk muka cermin dibelah yang artinya kelakuannya yang buruk, tapi aturannya yang dirubah untuk kepentingannya. Ini semua mengusik rasa keadilan mahasiswa dan rakyat. 

Menurutnya, tidak ada lagi keteladanan yang mereka  lakukan kepada rakyat. Mungkin ini salah satu cara untuk mengawasi dan mengontrol dunia akademik oleh pemerintah. Mestinya rektor itu menjadi kekuatan penggerak moral untuk bisa mengkritisi jalannya pemerintahan yang salah arah. 

"Bukan berkolaborasi dan kongkalingkong merevisi statuta UI yang menguntungkan dirinya. Selama ini mahasiswa dibodohi oleh oknum rektor soal idealisme, keadilan dan sebagainya. Namun, faktanya tidak ada lagi moralitas yang mereka terapkan," kata dia.

Sebelumnya diketahui, statuta UI pada pasal yang mengatur rangkap jabatan telah direvisi. Dalam salinan PP 75/2021 yang diteken Jokowi pada 2 Juli 2021, Pasal 39 huruf c menyatakan seorang rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang rangkap sebagai direksi pada BUMN atau BUMD atau swasta.

Poin ini jelas berbeda dengan aturan pada PP 68 Tahun 2013 yang tegas menyatakan rektor dan wakil rektor dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat pada BUMN atau BUMD atau swasta. Aturan baru yang diterbitkan Jokowi ini sekaligus melanggengkan posisi Ari Kuncoro yang rangkap jabatan antara rektor UI dan wakil komisaris BRI. 

Selain itu, huruf e Pasal 35 PP 68 tahun 2013 yang menyatakan rektor dan wakil rektor dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI juga dihapus dalam aturan baru.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement