REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum PB PMII Muhammad Abdullah Syukri mengkritisi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ia menganggap pemerintah tak tegas memberlakukan kebijakannya sendiri.
Syukri mengamati selama PPKM berlangsung, kasus Covid-19 di Indonesia masih memperlihatkan angka kenaikan kasus Covid 19. Menurutnya, Pemerintah terjebak dalam kebingungan antara mengedepankan aspek kesehatan atau memperkuat ekonomi masyarakat terdampak pandemi Covid 19.
"Pemerintah tidak tegas dalam penerapan kebijakan PPKM. Satu sisi pemerintah berusaha memprioritaskan aspek kesehatan guna menekan laju persebaran Covid 19, sisi lain pemerintah seakan kebingungan menangani dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat pembatasan aktivitas yang terjadi," kata Syukri dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (26/7).
Syukri menilai ada konsekuensi atas kebingungan pemerintah yaitu tumpang tindih kebijakan dalam penanggulangan pandemi Covid 19. Salah satunya, Pemerintah tidak seharusnya mengurangi jumlah testing demi menampilkan data penurunan Covid-19.
"Tindakan tersebut terkesan sebagai upaya manipulasi data secara legal yang dilakukan oleh Pemerintah," ujar Syukri.
Syukri juga menganggap keputusan memperpanjang PPKM hingga 2 Agustus 2021, tidak diiringi dengan kebijakan penanggulangan sosial yang efektif dan efisien. Ia mengamati masih terdapat pelambatan dalam realisasi bantuan sosial yang berdampak pada ketidakpastian ekonomi masyarakat.
"Komunikasi krisis antar (lembaga) pemerintah juga tidak cukup baik. Ini terlihat dari adanya miss komunikasi yang terjadi antar (lembaga) pemerintah yang justru membuat resah masyarakat," ucap Syukri.
Diketahui, Presiden Jokowi memutuskan untuk melanjutkan kebijakan PPKM Level 4 hingga 2 Agustus 2021. Selama PPKM Level 4 berlaku, dilakukan pembatasan pada sejumlah sektor, mulai dari perkantoran, pendidikan, pusat perbelanjaan, tempat makan atau restoran, transportasi, wisata, seni budaya, hingga sosial kemasyarakatan.