Rabu 28 Jul 2021 02:00 WIB

Survei: Pandemi Picu Beban Mental Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan harus memiliki akses ke sumber daya kesejahteraan mental.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Tenaga kesehatan membawa pasien Covid-19 menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Peningkatan frekuensi kerja tenaga kesehatan di tengah lonjakan kasus Covid-19 disertai beban mental berpotensi menyebabkan stres dan kecemasan, bahkan peristiwa traumatis.
Foto:

Survei memuat tiga kuesioner, yaitu kuesioner PHQ-2 yang menilai tingkat keparahan depresi, skala Athena Insomnia AIS-8, dan kuesioner skrining trauma TSQ. Tim juga menyertakan serangkaian pertanyaan umum tentang kesejahteraan mental.

Studi menghimpun 515 tanggapan dari tujuh negara. Mayoritas responden adalah perempuan (73 persen), etnis kulit putih (73 persen), dan berusia 31-40 tahun (43,3 persen). Sejumlah 5,8 persen responden melaporkan kondisi kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya.

Lebih dari setengah responden (52,4 persen) adalah perawat, dengan sisanya adalah dokter senior (13,8 persen), residen (8,9 persen), junior (6,4 persen), fisioterapis, dan lainnya. Hampir dua pertiga (60,2 persen) diperbantukan dari spesialisasi lain dan hanya sepertiga (33,8 persen) yang biasanya memang bertugas di bangsal perawatan intensif.

Secara keseluruhan, skor peserta berada di atas ambang batas untuk setiap kondisi. Di berbagai negara, ada kisaran 16-44 persen responden melebihi ambang batas untuk depresi, 60-80 persen untuk insomnia, dan 17-35 persen untuk kasus PTSD.

Para penulis menyimpulkan bahwa pandemi Covid-19 telah memicu beban kesehatan mental yang signifikan bagi staf perawatan intensif. Tim merekomendasikan agar tenaga kesehatan memiliki akses ke sumber daya kesejahteraan mental, mengingat kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 lebih lanjut, dikutip dari laman Hospital Healthcare.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement