REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, sepakat dengan pendapat Presiden Joko Widodo tidak bisa dijatuhkan atas alasan penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Sebab, kata dia, dalam hal itu tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.
"Sama, pemerintah juga punya keyakinan, kalau pemerintah Insya Allah sekarang ini tidak bisa dijatuhkan karena alasan Covid-19, karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan. Dan ternyata NU juga berpandangan demikian," ujar Mahfud dalam siaran pers, Selasa (27/7).
Hal tersebut dia katakan saat menanggapi pernyataan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj, yang membahas soal munculnya provokasi di media sosial yang menggalang aksi demo memprotes kepemimpinan Jokowi. Dia mengatakan, Jokowi tidak bisa dijatuhkan karena alasan penanganan Covid 19. Alasannya, Jokowi tidak melakukan pelanggaran hukum.
"Kami warga NU sudah punya pengalaman sangat pahit, ketika punya presiden Gus Dur, dilengserkan di tengah jalan tanpa kesalahan pelanggaran hukum yang jelas,” ujar Said Aqil.
Dia menyatakan, warga NU tidak akan melengserkan pemerintahan di tengah jalan tanpa kesalahan pelanggaran hukum yang jelas. Menurut dia, pelengseran Gus Dur yang pernah terjadi pascareformasi lalu menjadi catatan yang amat pahit bagi warga NU. Karena itu, tidak mungkin warga NU melakukan hal serupa.
"Tidak mungkin warga NU akan melakukan itu. Itu pelajaran bagi kita. Kita tidak akan melakukan seperti itu, kecuali kalau ada pelanggaran jelas melanggar Pancasila dan sebagainya," ujar dia.
Said Aqil mengungkapkan, saat ini sudah mulai muncul gerakan politik yang targetnya mengganggu keberlangsungan pemerintahan Jokowi dan para menterinya. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan meskipun pihak-pihak itu mengetahui sistem pemerintahan Indonesia itu presidensial, bukan parlementer sehingga sulit untuk mereka goyahkan.
"Sebenarnya mereka tahu tidak mudah karena kita sistem presidensial bukan parlementer, tapi minimal mereka bikin repot supaya gagal program-programnya," kata dia.
Dalam dialog tersebut pula, Said Aqil menyoroti kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 yang sempat menerpa salah satu menteri Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Dia menilai, hal tersebut harus diakui berdampak terhadap memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Betapa berat beban pemerintah, saya ngerti, saya tahu, tapi betapa sakitnya rakyat juga ketika Bansos dikorupsi. Ketika seorang Menteri tega-teganya korupsi Bansos wabah ini, masyaallah ini merupakan tamparan yang sangat menyakitkan sekali," ungkap Said Aqil.
Dalam situasi pandemi Covid 19 ini, Menko Polhukam mengajak, seluruh tokoh agama dan ormas keagamaan, terutama PBNU bersama-sama memberikan kesadaran kepada umat. Bahwa, covid adalah nyata dan perlu dihadapi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat, serta mengikuti vaksinasi.
"Alhamdulillah PBNU sudah membentuk Satgas Covid, intelektualnya sudah ikut berbicara dan berkiprah. Nanti kita akan perkuat ini. Akan diusahakan untuk bisa herd immunity sehingga mencapai 70 persen. Mari kita hitung sama-sama. Usulan-usulannya sudah kami catat," ujar Mahfud MD.
Hadir dalam dialog virtual ini, Menko Polhukam Mahfud MD didampingi seluruh pejabat eselon yakni para deputi, staf ahli dan staf khusus. Sementara Ketum PBNU didampingi Sekjen Helmy Faishal dan Ketua PBNU, Robikin Emhas.
Sebelumnya, Mahfud telah menyatakan, pemerintah mengetahui ada kelompok murni dan tidak murni dalam menyampaikan aspirasi terkait penanganan Covid-19. Kelompok tidak murni, kata dia, hanya ingin memanfaatkan situasi dan terus menerus menyerang keputusan pemerintah.
"Ada kelompok yang murni tadi, lalu ada kelompok yang tidak murni. Masalahnya itu hanya ingin menentang aja, memanfaatkan situasi. Apapun yang diputuskan pemerintah diserang," ujar Mahfud dalam konferensi pers usai melakukan rapat dengan sembilan kementerian lembaga terkait situasi penanganan Covid-19 di kantornya, Jakarta Pusat, Sabtu (24/7).
Mahfud mengatakan, pemerintah sudah mengetahui ada sekelompok orang yang memiliki keinginan untuk memanfaatkan situasi terkini. Pemerintah, kata dia, pasang mata kepada kelompok tersebut.
Menurut dia, kelompok tersebut selalu melakukan provokasi dan menyatakan setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu tidak benar. "Selalu melakukan provokasi dan menyatakan setiap kebijakan pemerintah itu salah. Padahal, pada prinsipnya pemerintah itu terbuka dan merespons segala aspirasi masyarakat," kata dia.