REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara pada 2021, termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan sebesar 4,1 persen atau turun dari perkiraan sebelumnya 4,5 persen.
Berdasarkan laporan Asian Development Outlook edisi Juli 2021, faktor utama penurunan ekonomi berasal dari peningkatan kasus Covid-19 dan kebijakan PPKM Darurat pada 3-20 Juli lalu. "Ketika infeksi Covid-19 mencapai rekor tertinggi, penguncian (PPKM Darurat) diperintahkan dari 3 hingga 20 Juli akan menghambat pemulihan yang sedang berlangsung, yang dimulai pada kuartal tiga 2020 dan berlanjut hingga kuartal dua 2021, ketika aktivitas terus meningkat, kebijakan fiskal tetap mendukung, dan permintaan ekspor meningkat," tulis ADB dalam laporannya, Rabu (28/7).
Bahkan, saat ini pemerintah memperpanjang implementasi PPKM yang telah bersulih nama menjadi PPKM Level 4 pada 26 Juli sampai 2 Agustus 2021. Sementara rekor kasus tertinggi dicetak Indonesia pada angka 56 ribu pada pertengahan Juli.
"Penguncian akan menghambat pemulihan yang sedang berlangsung yang dimulai pada kuartal tiga 2020 dan berlanjut hingga kuartal dua 2021 ketika aktivitas terus meningkat," tulis ADB.
Kendati begitu, ADB menilai kebijakan fiskal pemerintah sejauh ini cukup mendukung ekonomi masyarakat dan nasional. Begitu juga dengan kinerja ekspor yang baik berkat meningkatnya permintaan dari pasar global.
Pada 2022, ADB memperkirakan ekonomi Indonesia tetap berada proyeksi yang sama sebesar lima persen. Sedangkan tingkat harga konsumen atau inflasi di tanah air bakal menyusut dari proyeksi awal 2,4 persen menjadi 2,1 persen pada 2021, namun tetap kisaran 2,8 persen pada 2022.
ADB juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara dari 4,4 persen menjadi empat persen tahun 2021. Hal ini seiring pemberlakuan kebijakan pembatasan mobilitas untuk memerangi kebangkitan Covid-19 di seluruh wilayah.
Selain Indonesia, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi Malaysia juga turun dari enam persen pada April menjadi 5,5 persen. Pada kuartal satu 2021, Malaysia mencatat penurunan PDB yang lebih kecil sebesar 0,5 persen YoY. Hal ini dipicu perbaikan permintaan di dalam negeri dan ekspor, khususnya elektronik dan produk listrik.
Namun, perpanjangan kebijakan penguncian yang diberlakukan pada kuartal 2021 diperkirakan akan melemahkan permintaan domestik kembali. Adapun kondisi bisnis memburuk tajam pada Juni di bawah langkah-langkah pembatasan yang lebih ketat.
“Risiko penurunan yang lebih besar kemungkinan terjadi karena meningkatnya infeksi tidak menunjukkan tanda mereda. Perkiraan PDB pada 2022 dipertahankan sebesar 5,7 persen,” tulis ADB.
PDB Filipina tetap 4,5 persen dan Singapura menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang meningkat proyeksi ekonominya, yakni dari enam persen menjadi 6,3 persen.
“Pengeluaran pemerintah yang berkelanjutan pada infrastruktur dan program bantuan sosial akan mendukung pemulihan, seperti halnya penjemputan bertahap dalam rumah tangga pengeluaran dibantu oleh remitansi yang kuat,” tulis ADB.
ADB turut mengoreksi perkiraan laju ekonomi Vietnam dari 6,7 persen menjadi 5,8 persen dan Thailand dari tiga persen menjadi 2 persen.
Di luar Asia Tenggara, ADB memperkirakan ekonomi Hong Kong naik dari 4,6 persen menjadi 6,2 persen, Korea Selatan meningkat dari 3,5 persen ke empat persen, dan India dari 11 persen merosot ke 10 persen. Namun, ramalan ekonomi China tetap 8,1 persen.