REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, akar persoalan penyaluran bantuan sosial (bansos) adalah data bermasalah. Data penerima yang bermasalah ini salah satu faktor penyebab penyelewengan bansos di lapangan.
"Kerap kali kami sampaikan di dalam rapat-rapat kami dengan kementerian sosial setidaknya akar dari persoalan ini kan adalah soal data sosial," ujar Ace dalam diskusi daring Polemik Pungli Bansos pada Sabtu (31/7).
Dia menuturkan, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) selalu menjadi masalah serius. Ada orang yang tidak berhak mendapatkan bantuan, tetapi nyatanya menerima bantuan tersebut.
Sebaliknya ada warga yang seharusnya mendapatkan bansos justru tidak menerimanya. Persoalan seperti ini masih banyak ditemukan di lapangan.
Menurut Ace, kasus-kasus tersebut terjadi karena preferensi data yang digunakan ialah data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 yang tidak melalui proses validasi dan verifikasi data secara mutakhir. Data itu yang kemudian kerap kali digunakan oknum aparat untuk mendistribusikan bantuan.
Ace menyebutkan, oknum aparat tersebut selalu mengancam jika bukan mereka yang mendata, maka warga tidak akan mendapatkan bantuan.
Dengan demikian, mereka akan meminta imbalan kepada warga yang dimasukkan dalam data penerima bantuan sosial. Permasalahan serupa terbuka saat penyaluran bantuan dilakukan di satu tempat tertentu.
Ketika oknum pejabat menginformasikan warga penerima bantuan agar mendatangi suatu tempat untuk menerima bansos, di saat itu mereka memungut upah. "Di situ lah kerap kali kita temukan pemotongan-pemotongan," kata Ace.
Dia menambahkan, kasus pungli tersebut memang masih terjadi dan dikonfirmasi langsung oleh Menteri Sosial Tri Rismaharani saat melakukan sidak penyaluran bansos. Untuk itu, Ace menyarankan agar bantuan ditransfer langsung kepada penerima.