REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah telah melegalkan gratifikasi melalui Peraturan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pengaturan Perjalanan Dinas. KPK menyebutkan bahwa peraturan itu sejalan dengan alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"KPK mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya, bukan gratifikasi apalagi suap," kata Sekretaris Jendral KPK, Cahya Harefa dalam konferensi pers, Senin (9/8).
Cahya mengatakan, pada prinsipnya KPK tidak mengubah aturan perjalanan dinas tersebut. Dia melanjutkan, lembaga antirasuah ini hanya menyesuaikan peraturan yang sebelumnya ada sejak 2012 lalu.
Menurut dia, peraturan pimpinan itu telah sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap.
Dia mengatakan, Pasal 11 ayat (1) PMK 113/PMK.05/2012 itu menyebutkan bahwa pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara. Lanjutnya, hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di seluruh kementerian dan lembaga.
Cahya menjelaskan, pembebanan atas biaya perjalanan dinas kepada pihak penyelenggara hanya berlaku antarkementerian/lembaga atau dalam lingkup ASN. Peraturan, sambung dia, tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta.
"Kami perlu sampaikan juga bahwa bilamana pegawai KPK menjadi narasumber dalam rangka menjalankan tugas-tugas KPK, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan menerima honor," katanya.
Dia memastikan, tidak ada celah korupsi maupun konflik kepentingan dalam proses pembiayaan ini. Menurutnya, pelaksanaan pembiayaan serta perjalanan dinas pegawai KPK akan diawasi secara ketat oleh Dewan Pengawas (Dewas) dan Inspektorat KPK.
Cahya melanjutkan, pembebanan biaya dinas tersebut tidak berlaku dalam hal penanganan perkara sehingga akan tetap dilakukan oleh KPK. Dia mengatakan, keputusan ini diambil semata-mata untuk menghindari mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan.
"Pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK," katanya.
Sebelumnya, KPK telah menerbitkan Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi tertanggal 30 Juli 2021. Peraturan itu menyebukan bahwa perjalanan dinas dalam rangka untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung panitia penyelenggara.
Apabila panitia penyelenggara tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas itu dibebankan pada anggaran KPK dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, menilai, perkom tersebut sama dengan legalisasi gratifikasi. Dia mengatakan, perkom tersebut akan semakin meruntuhkan marwah dan wibawa lembaga antirasuah yang selama ini sangat kuat menjaga integritas.
Samad menegaskan, keberadaan perkom tersebut akan membawa KPK pada kehancuran dan kematian dalam pemberantasan korupsi. Dia mengatakan, keputusan itu akan menghancurkan sekaligus mematikan pimpinan KPK itu sendiri dengan kebijakan perkom tersebut.
"Jadi integritas yang selama ini sudah dibangun, dihancurkan oleh pimpinan KPK sekarang lewat peraturan baru ini," katanya.