REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) Prof Sri Rejeki Hadinegoro mengingatkan orang tua untuk mewaspadai Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) pada anak. KIPI yang harus diwaspadai adalah yang berlangsung lebih dari tiga hari berturut usai suntikan vaksin. Saat ini, Indonesia memakai vaksin Sinovac untuk vaksinasi usia 12-17 tahun.
"Efek samping yang sudah lebih dari tiga hari harus berobat, jangan didiamkan, sebab bisa saja terjadi hal lain yang tidak terpantau," kata Sri, Kamis (12/8).
Sri mengatakan, secara umum KIPI pada anak di kelompok usia 12 hingga 17 tahun hampir sama kejadiannya dengan kelompok dewasa. Ia mengatakan, KIPI pada anak terbagi dua, yakni efek samping lokal di tempat suntikan seperti seperti nyeri, bengkak, atau meninggalkan bercak merah itu disebut sebagai infeksi lokal.
KIPI yang kedua, kata Sri, adalah reaksi sistemik seperti demam, lemas, kepala pusing hingga diare umumnya akan hilang dalam satu hingga dua hari. "Kalau perlu boleh meminum obat pereda panas, misalnya Paracetamol," katanya.
Sri mengatakan, Itagi bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan vaksinasi Covid-19 pada anak 12 hingga 18 tahun menggunakan vaksin jenis inactivated merek Sinovac. "Sampai saat ini kalau melihat penelitian, hampir semua produsen vaksin meneliti pada anak, walaupun hasilnya belum dipublikasi. Amerika Serikat menggunakan Moderna dan Pfizer. Kalau kita lihat seperti Pfizer, sudah banyak negara yang pakai tapi untuk AstraZeneca masih agak ragu, karena ada risiko KIPI yang kuat," katanya.
Selain vaksin Sinovac untuk anak di Indonesia, kata Sri, jenis lainnya masih menunggu rekomendasi organisasi profesi terkait, mengingat stok vaksin di Tanah Air yang masih terbatas. "Kita pakai Sinovac itu yang terbaik untuk anak saat ini," katanya.