REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Korban kekejaman Taliban, Malala Yousafzai mengatakan, bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden harus melakukan banyak hal dan mengambil langkah berani untuk melindungi rakyat Afghanistan. Dia juga meminta pemimpin dunia terutama AS dan Inggris agar bertindak melindungi warga sipil dan pengungsi di Afghanistan, menyusul dengan cepatnya Taliban menguasai negara tersebut.
"Negara-negara perlu membuka perbatasan mereka untuk pengungsi Afghanistan," ujarnya dalam wawancara dengan Newsnight BBC Two, Senin (16/8) waktu setempat.
Berbicara tentang nasib Afghanistan, Malala mengatakan, bahwa permintaannya kepada semua negara, terutama AS, Inggris, dan negara-negara barat, adalah bahwa mereka harus melindungi semua aktivis hak asasi manusia dan perempuan saat ini. "Dan Anda tahu apa yang telah terjadi, Anda tahu, kita pasti bisa berdebat tentang itu. Tapi kita juga perlu membicarakan langkah selanjutnya yang perlu kita ambil. Kita perlu bicara lebih banyak tentang solusinya sekarang," ujarnya.
Dia menuduh AS membuat pernyataan yang tidak bertanggung jawab sehubungan dengan pengambilalihan Taliban. "Saya pikir cara AS menggambarkan perang ini dan bagaimana itu dinyatakan sebagai kemenangan, saya pikir ini mengirimkan kesan yang sangat salah," katanya.
"Taliban menunggu selama dua puluh tahun dan mereka (AS) mengeklaim apa yang mereka sebut kemenangan setelah itu," ujarnya menambahkan.
Malala mengaku telah berbicara dengan para pemimpin dunia lainnya dan anggota pemerintah AS dan Inggris. "Saya telah berusaha untuk menjangkau banyak pemimpin global. Saya pikir setiap negara memiliki peran dan tanggung jawab saat ini. Negara-negara perlu membuka perbatasan mereka untuk pengungsi Afghanistan, kepada orang-orang terlantar," katanya.
Malala telah menjadi juru kampanye hak-hak perempuan, dan sering menekankan perlunya anak perempuan di negara berkembang untuk memiliki pendidikan yang layak. Dia mengatakan, akan terus meningkatkan suaranya untuk para wanita di Afghanistan yang takut akan masa depan mereka di bawah rezim Taliban.
Sebelumnya ketika Taliban sebelumnya menguasai negara itu, para wanita dirajam karena perzinahan. Sementara anggota badan mereka dipotong karena pencurian. Anak perempuan dilarang pergi ke sekolah.
"Para wanita itu pemberani, mereka kuat, dan mereka terus mengangkat suara mereka. Dan kita harus memberi lebih banyak kesempatan dan waktu kepada mereka untuk memberi tahu kita apa yang perlu dilakukan untuk mereka, demi perdamaian di Afghanistan," tuturnya,
Malala yang kini berusia 24 tahun menjadi sasaran Taliban saat dia berusia 15 tahun karena membela hak anak perempuan memperoleh pendidikan. Dia selamat dari serangan ketika milisi Taliban menembaknya di bus sekolah di barat laut Swat.
Setelah pulih dari cederanya yang hampir fatal, dia dan keluarganya pindah ke Birmingham. Berusia 17 tahun, ia kemudian menjadi perempuan termuda yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian. Dia belajar di Universitas Oxford, dan telah menjadi juru kampanye hak asasi manusia terkemuka.