Kamis 19 Aug 2021 16:23 WIB

Di Hari Kemerdekaan Afghanistan, Taliban Hadapi Tekanan

Taliban harus menghadapi gejolak di dalam negeri serta tekanan ekonomi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Milisi Taliban berpose untuk foto di Wazir Akbar Khan di kota Kabul, Afghanistan, Rabu, 18 Agustus 2021.
Foto: AP/Rahmat Gul
Milisi Taliban berpose untuk foto di Wazir Akbar Khan di kota Kabul, Afghanistan, Rabu, 18 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Hari kemerdekaan Afganistan jatuh pada hari ini, Kamis (19/8). Setelah merebut kekuasaan, Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan dengan menyatakan bahwa pihaknya telah mengalahkan Amerika Serikat (AS).

Hari Kemerdekaan Afghanistan memperingati perjanjian 1919 yang mengakhiri kekuasaan Inggris di negara Asia tengah itu. "Untungnya, hari ini kita merayakan ulang tahun kemerdekaan dari Inggris," kata Taliban. 

Baca Juga

"Kami pada saat yang sama sebagai akibat dari perlawanan jihad kami memaksa arogan kekuatan dunia lainnya, Amerika Serikat, untuk gagal dan mundur dari wilayah suci kami di Afghanistan," kata Taliban.

Taliban terus berupaya meyakinkan dunia soal legitimasi kekuasaan mereka mulai dari mengatakan akan dipandu oleh hukum Syariah, atau hukum Islam. Namun, kekuasaan Taliban menghadapi tantangan yang mulai muncul. Tantangan itu mulai dari membentuk pemerintahan hingga menghadapi oposisi bersenjata. Selain itu, Taliban menghadapi kemerosotan ekonomi dari ATM yang kehabisan uang tunai hingga kekhawatiran tentang makanan di seluruh negara berpenduduk 38 juta yang bergantung pada impor itu.

Taliban menghadapi semua tantangan dari pemerintah sipil yang mereka singkirkan tanpa adanya bantuan internasional. Sementara itu, tokoh oposisi yang melarikan diri ke Lembah Panjshir Afghanistan berencana akan meluncurkan perlawanan bersenjata di bawah panji Aliansi Utara, yang bersekutu dengan AS selama invasi 2001.

Taliban juga menghadapi pemberontakan pada protes Rabu di kota timur Jalalabad. Para demonstran menurunkan bendera Taliban dan menggantinya dengan bendera tiga warna Afghanistan. Dilaporkan setidaknya satu orang tewas dalam aksi protes itu.

Di Khost, otoritas Taliban memberlakukan jam malam 24 jam di provinsi tersebut setelah membubarkan protes bendera serupa. Sementara itu, sebagian besar pejabat pemerintah tetap bersembunyi di rumah mereka dan berusaha melarikan diri dari Taliban.

Sementara itu, kekeringan telah menyebabkan lebih dari 40 persen panen negara itu hilang. Banyak yang melarikan diri dari kemajuan Taliban dan sekarang tinggal di taman dan ruang terbuka di Kabul.

"Krisis kemanusiaan dengan proporsi yang luar biasa sedang berlangsung di depan mata kita," ujar kepala Program Pangan Dunia di Afghanistan Mary Ellen McGroarty.

"Ini benar-benar saat yang paling dibutuhkan Afghanistan, dan kami mendesak masyarakat internasional untuk mendukung rakyat Afghanistan saat ini," ujarnya menambahkan.

Pemilik toko kelontong di Kabul barat, Mahdi Ali mengatakan, masih ada tantangan untuk membuka pasar dan toko-toko di kota. "Hari ini saya membeli sebanyak yang saya bisa dari perusahaan lokal yang membawa bahan makanan dengan mobil," katanya. Sementara itu, dia melihat milisi Taliban merebut mobil pemerintah dan mendirikan pos pemeriksaan untuk mencari kendaraan. Para militan juga memeriksa tokonya beberapa kali.

Dua penyeberangan perbatasan utama Afghanistan dengan Pakistan, Torkham dekat Jalalabad dan Chaman dekat Spin Boldak, sekarang dibuka untuk perdagangan lintas batas. "Ratusan truk telah melewatinya," kata menteri dalam negeri Pakistan Sheikh Rashid Ahmed.

Namun, para pedagang masih takut pada ketidakamanan di jalan. Mereka kebingungan tentang bea masuk dan tekanan untuk menaikkan harga barang mereka lebih tinggi mengingat kondisi ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement