REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri memastikan ujajarannya di Polres Metro Tangerang Kota, tak melanjutkan perkara mural ‘404: Not Found’ yang ditempel ke lukisan dinding mirip muka Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono menegaskan kembali instruksi Mabes Polri agar kepolisian di seluruh daerah, agar tak reaktif, dan merespons berlebihan segala bentuk penyampaian aspirasi, dan kritik masyarakat terhadap pemerintahan maupun kepolisian.
“Kemarin, yang di Tengerang (perkara mural ‘404: Not Found’) untuk sementara polisi tidak memproses kok. Itu tidak diproses,” kata Argo dalam sesi tanya jawab saat konfrensi pers, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/8).
Argo mengatakan, Polri menghargai segala bentuk ekspresi warga negara dalam penyampaian protes, maupun kritik. Karena, itu kata Argo, hal tersebut memang semestinya tak perlu berujung pada penindakan berlebihan.
“Tentunya, dari kepolisian, sesuai dengan yang disampaikan Kabareskrim (Komjen Agus Andrianto, kita (kepolisian) agar tidak represif. Kita (Polri), menghargai dari pada bentuk ekspresi orang, dan kebebasan masyarakat, dalam memberikan jiwanya yang dituang, dalam bentuk itu (mural),” terang Argo.
Ia menambahkan, dengan pernyataan Kabareskrim, sudah memastikan perkara mural-mural kritis tersebut, untuk tak dilanjutkan ke pemidanaan. “Itu sudah tidak diproses (hukum),” kata Argo.
Beberapa hari belakangan, terjadi polemik panjang antara masyarakat dan pejabat-pejabat di pemerintahan. Polemik tersebut terkait maraknya mural-mural, atau lukisan-lukisan dinding yang dihapus paksa oleh aparat pemerintah, dan kepolisian, lantaran dinilai sebagai sindirian kepada pemerintah. Bahkan, lukisan dinding bertuliskan ‘404: Not Found’, di Tangerang, yang menggambarkan wajah mirip Presiden Jokowi, dianggap kepolisian sebagai penghinaan terhadap lambang negara.
Terkait kasus mural-mural tersebut, bahkan kepolisian mencari-cari para pelukisnya untuk ditangkap dan dimintai pertanggungjawaban. Di Tuban, Jawa Timur (Jatim), kepolisian setempat menangkap seorang pengusaha sablon dan kaos, yang menjual oblong bermotifkan mural-mural tersebut.
Aksi-aksi aparat kepolisian tersebut, pun membawa reaksi kecaman dari sejumlah kalangan, karena dianggap sebagai pembungkaman terhadap penyampaian kritik. Karena, mural-mural tersebut, dianggap sebagai bentuk kritik alternatif lewat sarana-sarana kreatif, dan seni.