Ahad 22 Aug 2021 16:44 WIB

BRIN: Kajian Risiko Kebencanaan Krusial

Pada 2020, ada 4.650 kejadian bencana alam didominasi bencana hidrometeorologi.

Rep: Inas Widyanuratikah / Red: Ratna Puspita
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan kajian risiko kebencanaan sangat krusial. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi risiko tinggi terhadap bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, dan bencana kegagalan teknologi. (Foto ilustrasi: Longsor)
Foto: ANTARA/FB Anggoro
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan kajian risiko kebencanaan sangat krusial. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi risiko tinggi terhadap bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, dan bencana kegagalan teknologi. (Foto ilustrasi: Longsor)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan kajian risiko kebencanaan sangat krusial. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi risiko tinggi terhadap bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, dan bencana kegagalan teknologi.

Upaya mengurangi kerentanan dan potensi risiko ini membutuhkan berbagai upaya peningkatan kapasitas melalui program-program penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) pada bidang kebencanaan. "Dalam PRN (Prioritas Riset Nasional), kita mengenal program InaTEWS 2020-2024 yang terdapat roadmap riset-riset kajian risiko bencana,” kata dia, dalam keterangannya, Ahad (22/8).

Baca Juga

“Ini menjadi titik awal berbagai pengembangan teknologi kebencanaan ke depan, pengembangan teknologi khususnya mitigasi bencana alam tanpa pemahaman atas bencana itu sendiri bisa berpotensi menimbulkan masalah dan menjadi salah fokus," kata dia.

Mengingat luasnya wilayah Indonesia, perlu upaya bersama untuk mengembangkan teknologi multifungsi yang dapat mengeksplorasi potensi bisnis kolaborasi sehingga mendapatkan dukungan multipihak. "Kita juga harus memperhatikan global engagement, bagaimana kita melakukan kolaborasi bersama mitra global khususnya negara-negara tetangga kita untuk mendapatkan data dan pemahaman yang lebih baik, sebab bencana tidak ada batas negara," ujar dia. 

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan BPPT masih terus berinovasi dan mengawal penerapan teknologi kebencanaan di tanah air, salah satunya dengan menggiatkan ekosistem inovasi di bidang ini bersama dengan stakeholders lainnya. Selama 43 tahun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terus berinovasi di bidang riset dan teknologi kebencanaan.

"Kerugian dari bencana dapat diminimalisir dengan membuat permodelan berdasarkan data lokasi dan time series yang diperoleh, sehingga dapat kita olah menggunakan bantuan teknologi kecerdasan artifisial, itu semua telah diterapkan BPPT melalui PEKA API dan PEKA Tsunami," kata Hammam.

Peningkatan frekuensi bencana di Indonesia mengakibatkan kerugian berupa perlambatan ekonomi, sedangkan pemerintah di masa pandemi ini memiliki program besar untuk melakukan pemulihan ekonomi di semua sektor. Karena itu, semua pihak harus berusaha untuk memprediksi bencana bahkan meminimalisir dampaknya.

Data BNPB menunjukkan bahwa pada tahun 2020 telah terjadi 4.650 kejadian bencana alam yang didominasi oleh bencana alam hidrometeorologi. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement