REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Kasus penistaan agama yang kembali muncul harus menjadi perhatian pemerintah, DPR, majelis-majelis Agama. Karenanya, kasus penistaan agama yang kerap muncul akhir-akhir ini, harus diselidiki lebih jauh.
"Kasus penistaan atau penodaan agama dengan berbagai modus operandinya bahkan belakangan lewat medsos virtual, perlu untuk ditelisik, diteliti apa yang menjadi akar masalahnya kerap muncul tenggelam, seperti ada yang merancang," kata Ketua Umum DPP MDI Prof Deding Ishak dalam pernyataan singkat yang diterima Republika,co.id, pada Rabu (25/8).
Diketahui Polisi menangkap M Kece di Bali pada Rabu (25/8). Dalam akun YouTubenya dia mempermainkan ucapan salam bahkan menistakan lafaz Allah dengan mengganti redaksinya dengan kata Yesus.
M Kece pun menghina nabi Muhammad dengan menyebut sebagai pengikut jin. Dia juga menyebut, kitab kuning atau kitab turats yang biasa dikaji para santri di pondok pesantren adalah menyesatkan dan menimbulkan paham radikal.
Kasus penistaan terhadap simbol dan ajaran Islam sudah seringkali terjadi. Bahkan, penistaan agama yang dilakukan M.Kece hanya berselang beberapa bulan dari penistaan agama yang dilakukan pengiat YouTube Joseph Paul Zhang.
Baca juga : Langkah Erick Rangkai Gerak Pesantren Berdayakan Ekonomi
Pada April lalu, dalam saluran YouTube nya, Zhang mengaku, sebagai nabi ke-26. Ia bahkan menistakan Rasulullah dan ajaran-Nya.
Akan tetapi hingga kini Zhang belum juga ditangkap polisi. Padahal, telah banyak masyarakat yang melaporkan penistaan agama yang dilakukannya. Keberadaan Zhang di luar negeri disebut-sebut menjadi kendala bagi aparat untuk melakukan proses hukum terhadap Zhang.
Namun demikian, Dewan Pimpinan Pusat Majelis Dakwah Islamiyah (DPP MDI) mengapresiasi langkah Polri yang telah bergerak cepat dengan menangkap pegiat konten YouTube, Muhammad Kece. "Kami juga berterima kasih, polri telah mendengar dan memperhatikan aspirasi dan tuntutan publik. Tindakan tegas polri sudah tepat sesuai dengan prinsip penegakan hukum yaitu semua orang sama di depan hukum (Equality Before the Law)," ujarnya.
"Tugas kita selanjutnya adalah mengawal proses hukum ini hingga tuntas diproses hingga ke persidangan dan diganjar dengan hukuman yang setimpal akibat perbuatannya," tambah Prof Deding.