Jumat 03 Sep 2021 19:30 WIB

Pakar: Putusan MK Memperkuat Rekomendasi Ombudsman Soal TWK

KPK tetap harus menjalankan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM.

Rep: Rizkyan adiyudha/ Red: Ilham Tirta
KPK keberatannya atas temuan proses TWK yang dinilai maladministrasi oleh Ombudsman.
Foto: Republika
KPK keberatannya atas temuan proses TWK yang dinilai maladministrasi oleh Ombudsman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap harus menjalankan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM. Kewajiban itu terlepas dari Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang menilai pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) konstitusional.

"Iyalah (tetap harus dilaksanakan) rekomendasi itu menjelaskan penyimpangan proses penyelenggaraan TWK," kata Feri Amsari di Jakarta, Jumat (3/9).

Dia menjelaskan, putusan MK sama sekali tidak berbeda dengan putusan Ombudsman dan Komnas HAM karena yang diputuskan MK itu adalah konstitusionalitas norma atau aturan dari TWK. Dia melanjutkan, putusan MK menegaskan benar TWK merupakan kewenangan KPK.

"Tapi menurut MK, prosedur pelaksanaanya juga tidak boleh melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik dan hak asasi manusia," katanya.

Lebih lanjut, dia menerangkan, putusan MK sebenarnya semakin menegaskan hak konstitusional pegawai KPK. Dia mengatakan, sementara yang menjadi objek pemeriksaan Ombudsman dan Komnas HAM lebih fokus pada prosedur pelaksanaan TWK yang melanggar administrasi dan HAM.

Artinya, sambung dia, meskipun TWK sah, namun tes tersebut tidak boleh dilaksanakan dengan cara melanggar prosedur administrasi. Misalnya, tidak boleh kontrak kerjasama dengan BKN diberlakukan surut, tidak boleh tertutup dan lain-lain.

Begitu juga dengan Komnas HAM. Dia mengatakan, TWK silahkan saja ada normanya, tapi jangan pelaksanaanya melanggar HAM, misalnya, pertanyaan-pertanyaan TWK bernuansa pelecehan seksual dan nilai-nilai agama.

"Jadi yang bilang putusan MK No 34/PUU-XVIII/2020 dan putusan MK No 70/PUU-XVII/2019 nertentangan satu sama lain atau bertentangan dengan Komnas HAM dan Ombudsman sudah dipastikan tidak baca dan tidak memahami konsep concurring dalam putusan MK," katanya.

Seperti diketahui, MK menolak seluruh permohonan yang didalilkan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Pasal, yang dimohonkan untuk di uji MK yakni Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C yang mengatur soal peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

MK menolak argumen-argumen pemohon soal TWK KPK tidak memenuhi hak atas pekerjaan dan hak atas kesempatan yang sama di pemerintahan. Adapun, gugatan uji materi tersebut diajukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia, Yusuf Sahide.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement