REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kelompok militan Taliban mengharuskan wanita yang kuliah di universitas swasta mengenakan jubah abaya dan niqab yang menutupi wajah. Pembelajaran di kelas juga diwajibkan untuk dipisah berdasarkan jenis kelamin atau setidaknya ditutup dengan tirai.
Dilansir dari The New Arab, Ahad (5/9), dalam dokumen panjang yang dikeluarkan oleh otoritas pendidikan Taliban, mereka juga memerintahkan agar siswi perempuan hanya diajar oleh perempuan lain. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, maka dibolehkan kepada orang tua yang berkarakter baik.
Aturan itu berlaku untuk perguruan tinggi dan universitas swasta, yang telah menjamur sejak pemerintahan pertama Taliban berakhir pada 2001. Selama periode itu, anak perempuan sebagian besar dikeluarkan dari pendidikan karena aturan tentang kelas sesama jenis dan aturan untuk ditemani oleh kerabat laki-laki setiap kali mereka meninggalkan rumah.
Tidak ada perintah bagi wanita untuk mengenakan burqa dalam peraturan baru yang dikeluarkan Sabtu malam, tetapi niqab secara efektif menutupi sebagian besar wajah, hanya menyisakan mata yang terbuka. Dalam beberapa tahun terakhir, burqa dan niqab sebagian besar telah menghilang dari jalan-jalan Kabul, tetapi terlihat lebih sering di kota-kota kecil. Keputusan tersebut muncul saat universitas swasta bersiap buka pada Senin.
“Universitas diharuskan merekrut guru perempuan untuk siswa perempuan berdasarkan fasilitas mereka,” kata keputusan itu, seraya menambahkan laki-laki dan perempuan harus menggunakan pintu masuk dan keluar terpisah.
Baca juga : Perubahan Drastis Suku Badui Arab Setelah Risalah Islam Tiba
“Jika tidak mungkin mempekerjakan guru perempuan, maka perguruan tinggi harus mencoba mempekerjakan guru laki-laki tua yang memiliki catatan perilaku yang baik,” tambah keterangan itu.
Sementara perempuan sekarang harus belajar secara terpisah, mereka juga harus mengakhiri pelajaran mereka lima menit lebih awal dari laki-laki untuk menghentikan mereka berbaur di luar. Mereka kemudian harus tinggal di ruang tunggu sampai rekan pria mereka meninggalkan gedung, menurut dekrit yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan tinggi Taliban.
“Praktiknya, ini adalah rencana yang sulit. Kami tidak memiliki cukup instruktur atau kelas perempuan untuk memisahkan para gadis. Tetapi fakta mereka mengizinkan anak perempuan bersekolah dan universitas adalah langkah positif yang besar,” kata seorang profesor universitas, yang meminta tidak disebutkan namanya.
Para penguasa baru Afghanistan berjanji lebih akomodatif dibanding masa kekuasaan mereka sebelumnya. Mereka menjanjikan pemerintahan yang lebih "inklusif" yang mewakili susunan etnis Afghanistan yang kompleks.
Selama 20 tahun terakhir, sejak Taliban berkuasa, tingkat penerimaan universitas telah meningkat, terutama di kalangan wanita. Sebelum Taliban mengambil alih ibu kota bulan lalu, wanita belajar bersama pria dan menghadiri seminar bersama.
Tetapi serentetan serangan mematikan di pusat-pusat pendidikan dalam beberapa tahun terakhir memicu kepanikan. Taliban membantah berada di balik serangan itu, beberapa di antaranya diklaim oleh cabang lokal kelompok ISIS.